Kamboja Ekspor Tikus Sawah 'Rasa Daging Babi' ke Vietnam

Orang Kamboja mengumpulkan tikus-tikus sawah, lalu mengekspornya ke Vietnam. Ini bisnis menggiurkan!

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 25 Agu 2014, 16:49 WIB
Ilustrasi tikus sawah (CSIRO)

Liputan6.com, Phnom Penh - Panen unik masih berlangsung di sawah-sawah Kamboja. Bukan padi, melainkan tikus liar. Puluhan ribu hewan pengerat itu dijebak hidup-hidup setiap harinya. Untuk diekspor.

Meski tikus umumnya dianggap sebagai pembawa penyakit, namun jenis Rattus argentiventer dianggap layak menjadi  bahan baku hidangan yang lezat -- karena hidup bebas dan makanan mereka yang organik.

Musim menangkap tikus mencapai puncaknya setelah panen padi pada bulan Juni dan Juli di pedesaan Provinsi Kompong Cham, sekitar 60 km dari ibukota Phnom Penh. Dia saat hewan-hewan itu kekurangan pasokan makanan.

Kurangnya makanan, ditambah musim hujan, memaksa tikus-tikus pindah ke tempat yang lebih tinggi. Sekitar 120 ekor di antaranya masuk ke jebakan yang dipasang petani setempat  Chhoeun Chhim.

"Tikus liar berbeda. Makanan mereka lain," kata Chhim, menjelaskan perbedaan tikus sawah dengan sepupu mereka yang tinggal di kota -- yang dianggap hama dan tak layak dimasak.

"Tikus biasa itu kotor, kulitnya berkudis. Itu kenapa mereka tidak ditangkap untuk dimakan," kata Chhim, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Senin (25/8/2014).

Jika sedang beruntung,  Chhim bisa menangkap 25 kilo tikus dalam semalam.

Bagaimana rasanya? Menurut pria 37 tahun itu, mirip-mirip daging babi. Namun, Chhim tak sudi memakannya.

"Kami menjual tikus-tikus itu demi mendapatkan uang, lalu digunakan untuk membeli ikan," kata Chin Chon (36), penangkap tikus yang lain.

Tangkapan mereka, tikus-tikus yang berdecit berisik, dikumpulkan. Hewan-hewan itu diekspor ke Vietnam tiap paginya.

"Daging tikus bisa dipanggang, digoreng, direbus jadi sup, atau dicincang", kata Chheng An (22). Hampir tiap pagi ia menempuh perjalanan 4 jam naik motor, di jalanan berdebu ke perbatasan dengan Vietnam. Menjual hewan-hewan itu.

"Daging yang sungguh bagus, bisa dimasak beragam cara. Tikus-tikus sangat mahal di Vietnam, sebaliknya di sini sangat murah.

Baca selanjutnya: Bisnis Menggiurkan...


Bisnis Menggiurkan

Bisnis Menggiurkan

Di puncak musim tangkap,  Saing Sambou (46) bisa mengespor 2 ton tikus tiap pagi ke Vietnam.

Dalam 15 tahun terakhir, usahanya telah berkembang hampir sepuluh kali lipat. Daging tikus awalnya dijual kurang dari 20 sen per kg, sekarang dia mendapatkan US$ 2,50 per kg, dan permintaan daging tikus meningkat setiap tahun.

Seperti kebanyakan orang Kamboja, Nyonya Sambou tidak biasa makan tikus, meski ia yakin barang dagangannya itu 100 persen aman buat manusia. "Menurutku, sawah tikus lebih bersih dari ayam atau bebek," kata dia, menunjuk unggas yang mengais tanah di dekatnya. "Tikus hanya makan akar dan padi."

Sebaliknya Roeun Chan Mean, anaknya yang berusia 9 tahun mengaku suka daging tikus. Ia kerap mengambi barang dagangan sang ibu. "Hati dan pahanya yang paling enak," kata si bocah.

Sementara itu, Hean Vanhorn, salah satu kepala departemen di Kementerian Pertanian Kamboja mengatakan, perdagangan daging tikus punya 2 manfaat. Petani bisa mendapat uang, sekaligus mengurangi hama di sawah. "Penjualan memberikan kontribusi untuk mencegah kerusakan beras," kata dia.

Foto dok. Liputan6.com


Di perbatasan Kamboja-Vietnam di Distrik Koh Thom, Thuong Tuan, duduk beratapkan seng. Pagi itu matahari bersinar terik, bau khas tikus menguar kuat. Perempuan 30 tahun itu sedang sibuk memotong dan menguliti tikus berwarna abu-abu gelap.

"Pelanggan menuntut  tikus besar segar dan siap makan, kata Tuan. "Orang-orang datang dari jauh. Mereka suka yang besar dan gemuk."

Minh, gadis muda yang membantunya terlihat mengulurkan tangan ke kandang, meraih tikus yang berontak, dan meletakkannya ke batu besar untuk dipotong. "Rasanya lebih lezat daripada daging babi," kata Tuan. (Yus)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya