Liputan6.com, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menceritakan kembali awal dirinya kabur ke Singapura karena kasus Wisma Atlet. Nazaruddin mengaku, saat itu dia disuruh Anas Urbaningrum yang waktu itu masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat.
Nazaruddin mengatakan hal itu saat bersaksi untuk terdakwa Anas, dalam kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau gratifikasi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, proyek-proyek lain, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Advertisement
"Waktu itu bahasa nya Yang Mulia, untuk mengamankan," kata Nazaruddin di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (25/8/2014).
Mengamankan, maksud Nazaruddin, agar situasi yang tengah panas kala itu bisa diredam. Maka dia disuruh ke Singapura. "Waktu pas mau berangkat ke Singapura itu, (bilangnya) supaya situasi reda dulu, dingin dulu," ujar dia.
Ketika berada di Singapura, Nazaruddin mengaku sempat dilarang juga agar tidak pulang ke Indonesia. Alasan nya, kondisi yang panas sedang dibereskan.
"Dia (Anas) bilang jangan dulu, 'ente tenang-tenang saja dulu di sana. Di sini lagi diberesin semua'," kata dia.
Namun Anas mengaku, urusan di Indonesia malah tidak dibereskan Anas. Dirinya malah dicekal (cegah tangkal) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu pula yang membuat dirinya berkomunikasi dengan Iwan Piliang. Komunikasi itu dilakukan lewat Skype atau dialog langsung melalui dunia maya.
"Makanya saya ngomong di Skype itu, saya bilang mana ini urusan anak istri saya. Saya ini kerja untuk Anda (Anas), saya bilang begitu Yang Mulia," ujar dia.
Dalam kasus ini, Anas oleh Jaksa didakwa menerima hadiah atau gratifikasi berupa 1 mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan 1 mobil Toyota Vellfire B 6 AUD senilai Rp 735 juta. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu juga didakwa menerima kegiatan survei pemenangan dalam bursa Ketua Umum Partai Demokrat 2010 dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) senilai Rp 478 juta, serta menerima uang sebanyak Rp 116,5 miliar dan sekitar US$ 5,2 juta.
Dalam dakwaan juga disebut, Anas mengeluarkan dana untuk pencalonan sebagai Ketum pada Kongres Partai Demokrat tahun 2010 di Bandung, Jawa Barat. Sebesar US$ 30,9 ribu untuk biaya posko tim relawan pemenangan Anas di Apartemen Senayan City Residence, dan sebesar US$ 5,17 ribu untuk biaya posko II di Ritz Carlton Jakarta Pacific Place.
Selain itu, Anas juga disebut mengeluarkan biaya-biaya untuk pertemuan dengan 513 DPC dan DPD pada Januari 2010, pertemuan dengan 430 DPC pada Februari 2010, dan biaya mengumpulkan 446 DPC pada Maret 2010.
Baca juga:
Bongkar Kasus, Nazaruddin Akui Dimarahi SBY
Baca Juga