Liputan6.com, Jakarta - Deputi Kantor Transisi Bidang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Legislasi, Hasto Kristiyanto menuturkan, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) terus dikaji oleh seluruh Tim Transisi. Dari hasil kajian sementara, ia mengungkapkan subsidi tersebut sudah menunjukkan angka defisit sejak 2 tahun lalu.
"Dari instrumen fiskal yang ada, pertama keseimbangan primer sudah sejak dua tahun lalu defisit. Artinya seluruh penerimaan negara dikurangi pengeluaran di luar untuk membayar bunga utang itu sudah negatif, apalagi dipakai bayar utang," papar Hasto, di Kantor Transisi, Jakarta, Selasa (26/8/2014).
"Masalah kenaikan BBM, kami harus hati-hati mengkaji seluruh implementasinya," tambahnya.
Selain itu, Hasto menerangkan terjadi net impact dari minyak dan gas (Migas). Ia menjelaskan total penerimaan Migas Indonesia berbeda dengan tahun sebelumnya.
"Artinya sektor Migas dengan produksi di atas 800 ribu per barel sehari praktis tak beri impact positif dalam APBN kita dan total penerimaan Migas ditambah PPH dikurangi bagi hasil ke daerah dan subsidi BBM itu negatif," terangnya.
Menurut Hasto, solusi praktis untuk mengatasi hal itu adalah mengusahakan pembayaran pajak dilakukan sebagaimana mestinya.
"Kita lihat ada jarak total penerimaan pajak, misal dari pajak penghasilan orang per orang baru 22 persen dari total potensi pajak yang ada sehingga harus ada upaya simultan, kita harus mendorong aparat pajak jalankan tugas patriotik dalam melakukan law inforcement sehingga ada kesadaran kuat," ujar Hasto.
Di sisi lain, pembicaraan Presiden SBY dan Jokowi juga akan menjawab kepastian akan naik tidaknya harga BBM. Hasto mengatakan dirinya yakin Presiden SBY tidak akan memberi beban bagi pemimpin mendatang.
"SBY juga sudah tegaskan tak mau bebani pemerintahan baru. Hal itulah yang akan dibahas, selain APBN 2015 dan realisasi APBNP 2014," tandas Hasto. (Silvanus Alvin/Gdn)
Tim Transisi Nilai Subsidi BBM Sudah Negatif Sejak 2 Tahun Lalu
Sektor Migas dengan produksi di atas 800 ribu per barel sehari praktis tak beri dampak positif dalam APBN.
diperbarui 26 Agu 2014, 18:58 WIBSejumlah SPBU kehabisan persediaan BBM jenis premium yang bersubsidi, Jakarta, Senin (25/8/14). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Hasil Liga Inggris: Posisi Manchester United Melorot Usai Dikalahkan Tottenham Hotspur
Kisah Lucu Sopir UAH saat Disemprit Polisi, Padahal Mau Khutbah
Waspada Penipuan Wanita Ngaku PNS Kemendes, Pria Ini Kehilangan Rp163 Juta
Manfaat Bawang Putih bagi Kesehatan, Turunkan Tekanan Darah hingga Cegah Kanker
Ersa Mayori Bocorkan Kiat Mengelola Keuangan Keluarga untuk Persiapkan Dana Pendidikan Anak
Cara Sujud yang Benar dalam Sholat, Simak Penjelasannya agar Tidak Keliru
Penyebab Kim Sae Ron Meninggal Dunia: Bukan Bunuh Diri, Serangan Jantung?
Heboh Fenomena Hujan Jelly di Gorontalo, Begini Respons BMKG
Mengenal Loro Piana, Brand Quiet Luxury Asal Italia yang Bersinar di 2025
Misteri Temuan Alat Berat di Lokasi PETI Pohuwato, Pelaku Kabur
Rajin Sedekah tapi belum Taubat dari Keharaman, Apa Dapat Pahala? Buya Yahya Menjawab
Sambut Ramadhan, Pemprov Jakarta Buka Seleksi Duta Imam Tarawih