Liputan6.com, Jakarta - Subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terlampau tinggi hingga mencapai ratusan triliun di Tanah Air telah lama mengguncang anggaran pengeluaran pemerintah. Para analis perekonomian negara menilai pemerintah harus segera memangkas jumlah subsidi BBm tersebut sebelum melakukan transisi ke pemerintahan yang baru.
Mengutip laman CNBC, Rabu (27/8/2014), laporan analis CIMB mengungkapkan, meski masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir dalam dua bulan ke depan, tapi hal itu tidak menutup kemungkinan adanya kenaikan harga BBM sebelum Oktober.
Advertisement
Selama ini subsidi BBM memang dianggap cukup meresahkan mengingat besaran dananya dapat dialokasikan untuk sejumlah proyek insfrastruktur yabg perlu segera di bangun.
Sepanjang tahun ini, total subsidi energi diprediksi mencetak rekor hingga senilai lebih dari Rp 350 triliun. Jumlahnya mencapai sekitar 21 persen dari total anggaran pemerintah atau sekitar 3,4 persen dari produk domestik bruto.
Meskipun selama bertahun-tahun para pemain politik merasa takut menaikkan harga BBM secara agresif, CIMB memandang ada lima alasan penting mengapa SBY harus segera memangkas subsidi tersebut.
Tiga alasan pertama datang dari data ekonomi Indonesia sendiri yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi dan defisit transaksi berjalan yang kian membengkak.
Pertama, tingkat inflasi masih bergerak relatif dan sempat menurun pada Juli sebsar 4,5 persen dari 6,7 persen pada Juni. Penurunan inflasi tersebut terjadi setahun setelah pemerintah menaikkan harga BBM sebesar 22 persen-44 persen.
Meski begitu, risiko kenaikan harga BBM juga dapat terasa secara langsung. Pada Juli 2013, sebulan setelah SBY menaikkan harga BBM, tingkat inflasi menyentuh level tertinggi dalam empat tahun terakhir sebesar 8,61 persen.
Kedua, defisit transaksi berjalan Indonesia yang tercatat masih tinggi atau 4,3 persen dari PDB pada kuartal II. Data CIMB menjelaskan, pembengkakan tersebut dipicu impor minyak yang terlalu tinggi.
Para analis CIMB mengatakan, memangkas subsidi BBM dapat membuat penggunaannya semakin efisien.
Alasan ketiga adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat tajam. Perekonomian Indonesia tercatat tumbuh 5,12 persen pada kuartal II-2014 atau yang paling lambat sejak 2009 khususnya karena ketegangan konflik Timur Tengah yang melambungkan harga minyak.
"Memangkas subsidi BBM dapat memberikan lebih banyak ruang fiskal pada pemerintah untuk mengalihkannya ke sektor infrastruktur dan secara bersamaan meningkatkan perekonomian masyarakat," ungkap para analis CIMB dalam laporannya.
Berikutnya, subsidi BBM tercatat lebih banyak dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas dan dianggap kurang tepat sasaran. Subsidi tersebut tak banyak dirasakan rakyat-rakyat kecil.
Terakhir ekonom ANZ Daniel Wilson mengatakan, pemangkasan subsidi BBM dapat menuai reaksi positif dari pasar. Hal itu membuat para investor lebih tertarik membenamkan modalnya di Tanah Air. (Sis/Ndw)
*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!