Penjelasan Mantan Penyidik KPK Usai Diperiksa Soal Hambalang

Dengan mengenakan kemeja warna biru gelap itu, Yurod berlari dan terus berusaha menghindari wartawan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 28 Agu 2014, 13:48 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa mantan Direktur Penyidikan KPK Birgadir Jenderal Pol Yurod Saleh. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Machfud Suroso terkait kasus dugaan korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.

Rampung diperiksa kurang lebih 90 menit, Yurod berusaha menghindari awak media yang hendak menanyakan seputar pemeriksaan perdananya oleh lembaga ‎di mana dulu ia pernah bertugas tersebut. Termasuk soal pertanyaan terkait narapidana kasus Wisma Atlet, Jakabaring, Palembang, M Nazaruddin.

"Nggak, nggak ada (soal Nazaruddin)," kata Yurod menjawab berbagai pertanyaan awak media ‎di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Yurod yang keluar dari Gedung KPK sekitar pukul 11.55 WIB itu diantar oleh seorang petugas KPK. Dengan mengenakan kemeja warna biru gelap itu, Yurod berlari dan terus berusaha menghindar.

Sembari berlari, Yurod juga membantah pernah ‎menerima duit dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Yurod mengaku, kedatangannya hanya untuk komunikasi saja dengan lembaga pimpinan Abraham Samad cs tersebut.

"Nggak ada. Saya (ke sini) hanya komunikasi biasa saja," ujar Yurod berdalih. Setelahnya, dia kemudian memberhentikan sebuah taksi dan meninggalkan Gedung KPK.

Meski Yurod mengelak, dalam jadwal yang dikeluarkan KPK, hari ini Yurod diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mahcfud terkait kasus dugaan korupsi proyek P3SON Hambalang.

Beberapa waktu lalu, mantan Deputi Penindakan KPK Ade Raharja disebut menerima uang Rp 2 miliar terkait proyek Hambalang.

Kabar tersebut terungkap saat persidangan proyek Hambalang dengan terdakwa Mantan Direktur Operasional PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor beberapa waktu lalu. Komisaris PT Metaphora Solusi Global, Muhammad Arifin dan Direktur PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso memberi uang pengamanan kepada Ade saat masih bertugas di KPK.

Ade mengaku, tidak mengenal Teuku Bagus maupun Machfud Suroso. Saat kasus Hambalang muncul, dirinya sudah tidak lagi menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Di samping itu, Ade juga menyatakan, perbincangan yang dilakukan antara terdakwa Teuku Bagus, Arifin, M Arief Taufiqurahman, dan Machfud Soroso, sama sekali tidak diketahuinya.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Machfud Suroso selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras sebagai tersangka. Machfud ditetapkan, setelah KPK sebelumnya menetapkan Deddy Kusdinar, Andi Alifian Mallarangeng, dan Teuku Bagus Muhammad Noor sebagai tersangka.

KPK menjerat Machfud dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Jika dilihat dari konstruksi pasalnya, Machfud diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Pasal ini juga diterapkan KPK dalam menetapkan Andi, Deddy, dan Teuku Bagus sebagai tersangka. (Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya