Soal BBM, Jokowi Siap Tidak Populer

Dalam kesempatan di Nusa Dua, Bali, Jokowi meminta Presiden SBY untuk menaikan harga BBM. Namun permintaan tersebut ditolak.

oleh Liputan6 diperbarui 29 Agu 2014, 02:45 WIB
Noriyu mengatakan dirinya membawa bukti-bukti yang cukup atas fitnah yang dilakukan Nazaruddin.

Liputan6.com, Jakarta - Antrean Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga kini masih terjadi di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBNU). Padahal sejak Kamis 28 Agustus kemarin Pertamina telah melakukan normalisasi pasokan BBM.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Malam SCTV, Jumat (29/8/2014) dini hari, sebelumnya BUMN berplat merah ini memang sengaja mengurangi pasokan BBM bersubsidi, premium, dan solar ke SPBU sekitar 5% agar kuota BBM subsidi tidak terlampaui.

Karena memang rakyat negeri ini haus akan BBM bersubsidi. Jika tak segera dikurangi jatahnya, kuota BBM subsidi sebesar 46 juta kilo liter bisa jebol sebelum akhir 2014.

Artinya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga akan jebol. Inilah yang kini menjadi perhatian Presiden Terpilih Joko Widodo atau Jokowi dalam pertemuan tertutup dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada Rabu 27 Agustus kemarin malam di Nusa Dua, Bali.

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga meminta Presiden SBY untuk menaikkan harga BBM. Namun permintaan tersebut ternyata ditolak.

"Ingin saya sampaikan, tadi malam, memang secara khusus saya meminta Presiden SBY untuk menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM. Beliau menyampaikan bahwa saat ini kondisinya masih kurang tepat untuk menaikkan BBM," jelas Presiden terpilih Joko Widodo.

Permintaan Jokowi ke SBY tentu wajar, karena jika APBN jebol diakhir 2014 itu artinya berada di awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) yang akan dilantik 20 Oktober 2014 mendatang. Sedangkan SBY justru telah pensiun dari jabatan presiden.

Itulah yang membuat Jokowi mengaku siap tidak populer jika nanti di awal pemerintahannya terpaksa menaikan harga BBM.

"Kan saya sudah sampaikan bolak-balik, saya siap tidak untuk populer. Tetapi kita harus tahu ya, bahwa kalau kita memotong subsidi, subsidi itu harus dialihkan kepada usaha-usaha produktif di kampung dan di desa," kata Jokowi.

Kebijakan BBM bersubsidi selama ini memang bisa dibilang tidak tepat sasaran. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan 77% BBM bersubsidi ternyata diminum oleh mobil-mobil pribadi dan rakyat kelas menengah ke atas.

Sedangkan rakyat miskin justru hanya mengonsumsi premium dan solar sekitar 23% saja. (Rmn)

Baca juga:

Bertemu Partai Pendukung, Jokowi Laporkan Pertemuan dengan SBY

Naikkan Harga BBM, Popularitas Jokowi Bakal Senasib dengan SBY?

Menko Polhukam: Kebijakan Kenaikan Harga BBM Tak Tepat

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya