Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan perkara pengujian materil Undang-undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PPTPPU) dengan pemohon Akil Mochtar. Akil Mochtar adalah mantan Ketua MK yang kini menjadi terdakwa kasus dugaan suap penanganan Pilkada dan TPPU.
Akil tak hadir dalam persidangan dan hanya diwakili kuasa hukumnya, Adardam Achyar.
"Kami khawatirkan (kalau Akil datang) akan mengganggu suasana persidangan. Karena biar bagaimana pun beliau kan mantan ketua (MK). Tapi mungkin kami lebih memilih tidak menggunakan itu sampai akhir sidang," ujar pengacara Akil, Adardam Achyar, usai persidangan di MK, Jumat (29/8/2014).
Adardam menambahkan, keputusan pihaknya tidak menghadirkan Akil dalam sidang tersebut semata-mata untuk menempatkan MK sebagai lembaga independen. Sebab, Akil pernah menjabat sebagai Hakim MK sebelum ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran menerima suap dalam menangani sengketa pilkada di MK.
"Jadi ini lebih kepada kearifan kami, bagaimana menempatkan MK independen. Tidak terpengaruh pada pihak mana pun. Bisa saja kami usulkan karena memang UU menyebutkan pemohon untuk meminta pada majelis atau MK untuk mengeluarkan penetapan memerintahkan kepada KPK (Komisi Pemberantasn Korupsi) untuk mengeluarkan (Akil)," jelas Adardam.
Dalam permohonannya, Akil mempersoalkan kewenangan penyidikan, penuntutan, dan penyitaan harta kekayaan dari Tindak Pidana Pencucian Uang.
Akil merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 2 Ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Ayat (1), Pasal 69, Pasal 76 Ayat (1), Pasal 77, Pasal 78 Ayat (1), dan Pasal 95 UU TPPU.
Terdakwa seumur hidup kasus suap sengketa pilkada di MK dan dugaan TPPU ini meminta MK menyatakan Frasa "atau patut diduga" dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
Akil Mochtar sebelumnya divonis seumur hidup oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada 30 Juni 2014 lalu. Mantan Anggota DPR Fraksi Partai Golkar itu dinyatakan bersalah atas kasus suap sengketa pilkada di MK dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (Ein)
Advertisement