Kisah Haru Guru di Pedalaman, Sanitasi dari Air Sungai

Anak-anak didiknya memanggilnya ibu Bandung, karena Novi memang berasal dari kota Bandung,

oleh Liputan6 diperbarui 31 Agu 2014, 11:15 WIB
Anak-anak didiknya memanggilnya ibu Bandung, karena Novi memang berasal dari kota Bandung,

Citizen6, Jakarta Tak mencoba maka tak biasa. Begitulah awalnya Novianti Islahniah tak begitu berminat memilih guru sebagai profesinya. Namun ketika di kampus ada pengumuman program SM3T ( Sarjana mendidik di daerah terdepan terluar tertinggal) ia langsung mendaftar.

Alasannya? Banyak teman-temannya yang berminat apalagi setelah mendengar kiprah dari angkatan sebelumnya yang telah mengikuti program yang sama.

Perempuan mungil yang hobi membaca dan menulis ini akhirnya diterima dan ditugaskan di kecamatan Indramakmu Aceh Timur. Ia senang, namun ia juga sedih. Karena sampai di lokasi, yang ia lihat hanyalah hamparan hutan belantara. Di kiri-kanan yang tampak pohon-pohon karet dan sawit.

Ia tak menyangkan bahwa di dalam hutan ada sebuah kehidupan warga.  Namanya perkampungan Akoja, Aceh kongsi Jawa. Namun karena respon masyarakat setempat yang positif, perlahan-lahan ia mulai menyukai tempat barunya.

Foto dok. Liputan6.com

Anak-anak didiknya memanggilnya ibu Bandung, karena Novi memang berasal dari kota Bandung, Jawa Barat. Menurut mereka orang Bandung terkenal karena lemah lembutnya.

Di sekolah ini, ia mengajar SMA, namun ia kadang juga mengajar anak-anak SMP.  Menurutnya fasilitas di sekolah ini sudah cukup memadai, hanya kurang dimaksimalkan saja. Beberapa guru juga masih kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Hal ini menyebabkan siswanya kurang termotivasi bagaimana cara mengejar cita-cita. Selain itu infrastruktur yang masih kurang, akses jalan susah juga menjadi salah satu kendala masayrakat Akoja.

Bahkan ketika hujan deras dan banjir tiba, sekolah otomatis diliburkan.
 
Tantangan terberat di tempat pengabdian ini adalah harus beradaptasi dengan lingkungan yang lebih sederhana. Fasilitas atau sarananya kurang memadai, misalnya sanitasi air yang buruk karena air diambil langsung dari sungai. 

Foto dok. Liputan6.com


Kesadaran warga setempat tentang kebersihan juga masih sangat rendah. Melihat hal ini, tugasnya bertambah, selain mengajar di sekolah, ia juga harus mengedukasi warga tentang kebersihan.
 
Di tempat ini ia bersama anak didiknya membuat gerakan cinta anak negeri, sebuah gerakan mengumpulkan buku-buku bacaan agar anak-anak punya pengetahuan dan wawasan lebih baik.  

Dengan memanfaatkan social media seperti facebook ia mengajak para onliner untuk membantu gerakan ini. Hasilnya cukup menggembirakan, banyak donator yang menyumbang, bahkan ada yang dari Jepang.

Program yang sukses, mereka senang. Namun bertepatandengan hari guru, 25 november 2013 teman sejawatnya Geugeut Zaludio Sanua Annafi dan Winda Yulia mengalami kecelakaan. Keduanya meninggal. Perahu yang ditumpanginya menuju tempat tugasnya di Simpang jernih , Melidi Aceh Timur tenggelam.

Ia berharap semoga pendidikan Indonesia di daerah terpencil bisa merasakan akses pendidikan yang merata dan berkualiatas seperti yang ada di pulau Jawa.

Disclaimer:

Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.

Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya keCitizen6@liputan6.com

Mulai 14 -30 Agustus Citizen6 mengadakan program Menulis Bertopik ke-16: Merdeka ala Anak Gaul berhadiah. Info detail di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya