Liputan6.com, Jakarta Orangtua mana yang tak ingin memiliki anak dengan fisik, intelektualitas dan emosi yang baik. Kesuksesan kehidupannya sebagai manusia berkualitas berawal dari tiga tahun pertama kehidupannya. Jika diabaikan akan jadi problema di kehidupannya nanti.
"Usia tiga tahun pertama adalah golden periods dari seorang anak. Usia keemasan tidak bisa diabaikan, kalau mengabaikan yang terjadi adalah the point of no return yang artinya kita tidak bisa kembali membenahi anak-anak yang mengalami problema," tutur guru besar gizi dan pangan IPB Profesor Dr. Ali Khomsan di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta (30/8/2014).
Advertisement
Lebih lanjut, Prof Ali menerangkan bahwa pemberian gizi untuk tinggi dan berat badan yang bertambah saja tidak cukup. Namun, juga aktif dan tanggap perlu diperhatikan dan distimulus sejak dini.
"Jadi SDM yang berkualitas itu indikator banyak, tidak cukup punya anak tinggi. Tapi pikiran harus jalan dan kemampuan emosional yang baik dengan lingkungannya," tambah Prof Ali.
Di Indonesia sendiri menurut Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI menemukan data bahwa 37% anak Indonesia kategori pendek dan 19% anak Indonesia masuk kategori gizi kurang bisa juga berat badannya kurang.
Ditambahkan Prof Ali, menurut riset yang bisa diandalkan kependekan seorang anak balita berkorelasi dengan aspek kognitif anak nantinya. Sehingga bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya.
Oleh karena itu Prof Ali menerangkan bahwa inilah pentingya pos pelayanan terpadu (Posyandu) dengan kader-kader yang memiliki pemahaman yang baik untuk memantau perkembangan dan pertumbuhan anak-anak di sekitar mereka. Kader Posyandu bisa memantau apakah anak sudah sesuai dengan tahap tumbuh dan kembang sesuai usianya.
Ketika anak tidak tumbuh atau berkembang dengan baik, para kader bisa memberikan informasi kemana orangtua harus pergi menangani permasalahan anaknya. Sehingga, dengan terus memantau perkembangan dan pertumbuhan batita kelak menjadi manusia berkualitas.