Liputan6.com, Jakarta - Terpidana kasus suap Bupati Buol terkait perizinan lahan Hartati Murdaya mendapat pembebasan bersyarat. Anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun melihatnya sebagai sesuatu yang menyimpang.
"Sangat miris dalam proses perubahan pemerintahan pada 20 Oktober, tapi ada kebijakan pembantu presiden "dimanfaatkan". Kalau bicara real PP 99, pembebasan bersyarat itu bukannya nggak boleh tapi dengan ketentuan tertentu," kata Adang di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/9/2014).
"Saya akan tuntut pada Presiden, di mana rasa keadilan itu," tambah dia.
Mantan Wakapolri itu pun membandingkan perlakuan berbeda yang diterima istrinya, terpidana kasus suap cek pelawat Nunun Nurbaetie.
Advertisement
"Istri saya anggota masyarakat, 2 tahun 6 bulan. Murdaya 2 tahun 8 bulan, tapi istri saya tidak diberi 1 hari pun pemotongan tahanan. Kalau bicara Bu Hartati Murdaya jelas dia baru 2/3, masih ada 8 bulan dan sudah dibebaskan. Bayar 150 juta pun juga bayar," jelas Adang.
Adang juga menambahkan, tidak ada rekomendasi dari KPK untuk memberikan Hartati bebas bersyarat itu. Terkait dengan umur, politisi PKS itu juga mempertanyakan kebenaran umur Hartati.
"Soal umur, tanya betul umurnya berapa? Di media saya sempat baca umurnya belum 70 tahun. Saya tidak bicara aturan, tapi bicara rasa keadilan. Di kasus sama, beda penerapan terasa sekali," cetus Adang.
Pilih Kasih
"PP 99 ini ada pilih kasih, hukuman dan inkracht sama tapi satu diberi bebas syarat dan satunya nggak diberi potongan juga. Saya tahu sesuai prosedur tapi hukum harus dilihat dari segi sosial," tandas Adang.
Kementerian Hukum dan HAM yang dipimpin Amir Syamsuddin beralasan pembebasan bersyarat ini diberikan karena Hartati sudah menjalani 2/3 dari masa hukumannya yang ditetapkan oleh pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 4 Februari 2013.
"Kementerian Hukum dan HAM memberikan pembebasan bersyarat kepada warga binaan Hartati Murdaya karena telah memenuhi persyaratan substantif dan administratif," ujar Kasubdit Komunikasi Ditjen Pas Kemenkumham Akbar Hadi dalam keterangan pers.
Lebih lanjut dijelaskan, pemberian pembebasan bersyarat ini juga sudah sesuai dengan prosedur sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah 99 Tahun 2012.
"Sejak 23 Juli 2014, yang bersangkutan telah menjalani 2/3 masa pidana. Selama menjalani pidana yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan remisi," terang Akbar.
Tak hanya itu, proses ini juga telah melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan, baik tingkat UPT (Rutan Pondok Bambu), tingkat wilayah (Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta), dan tim TPP tingkat pusat (Ditjen Pas).
"Saat ini yang bersangkutan masih melaksanakan kewajibannya menjadi klien Bapas Jakarta Pusat di antaranya wajib melapor sebulan sekali," pungkas Akbar Hadi.
Hartati Murdaya selaku Direktur PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta Cakra Murdaya terbukti memberikan suap kepada Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu sebesar Rp 3 miliar. Suap ini terkait izin usaha perkebunan milik Hartati di sana.
Atas perbuatannya ini, Hartati Murdaya kemudian dijatuhi vonis hukuman penjara selama 2 tahun 8 bulan. Serta membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara.