Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai pembebasan bersyarat yang diterima Hartati Murdaya, terpidana kasus suap Bupati Buol, Sulawesi Tengah, tidak memenuhi syarat yang diatur dalam PP No 99 Tahun 2012 -- tentang pembatasan remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkoba, dan terorisme. Karena itu, pembebasan tersebut harus batal demi hukum.
"Ada sejumlah syarat luar biasa yang harus dipenuhi oleh narapidana perkara-perkara ini untuk memperoleh remisi atau pembebasan bersyarat. Dalam konteks perkara korupsi, selain syarat umum penerimaan bebas bersyarat seperti kelakuan baik dan telah menjalani 2/3 masa pidananya, ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi," ujar anggota ICW Emerson Yuntho dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (7/9/2014).
Syarat lain yang dimaksud Emerson adalah bersedia menjadi justice collaborator dan mendapat rekomendasi bebas bersyarat dari aparat penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, lanjut Emerson, syarat itu dinilai Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin hanya alternatif.
"Menkum HAM menganggap bahwa syarat-syarat dalam PP 99/2012 tersebut bersifat alternatif. Artinya, keseluruhan syarat tidak harus dipenuhi untuk seorang narapidana perkara korupsi menerima pembebasan bersyarat," imbuh Emerson.
Emerson menganggap penilaian Amir tersebut salah. Ia menjelaskan, beberapa akademisi dan praktisi hukum serta pengamat sosial menganggap bahwa pemberian pembebasan bersyarat untuk Hartati Murdaya keliru dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Oleh karena itu, pembebasan bersyarat Hartati Murdaya seharusnya batal demi hukum," ucap Emerson.
Sementara itu, mantan hakim Asep Iwan Irawan tidak setuju dengan penilaian Menteri Amir.
"Menkum HAM ngawur kalau menyatakan bahwa syarat-syarat dalam PP 99/ 2012 itu sifatnya alternatif. Syarat-syarat dalam PP 99/ 2012 itu sifatnya kumulatif. Jadi harus seluruhnya dipenuhi. Kalau tidak, pembebasan bersyarat tidak bisa diberikan," tutur dia.
"Kalau akhirnya diberikan, harusnya pembebasan bersyarat itu batal demi hukum, karena tidak memenuhi syarat-syarat dalam PP 99/ 2012," tandas Asep.
Hartati mulai ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur pada 12 September 2012. Baru pada 4 Februari 2013, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan 3 bulan penjara terhadap Hartati.
Hartati adalah Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation dan PT PT Cipta Cakra Murdaya (CCM). Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan dengan memberikan uang senilai total Rp 3 miliar kepada Bupati Buol Amran Batalipu terkait kepengurusan izin usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah.
Baca juga:
Alasan Kemenkumham Beri Hartati Murdaya Pembebasan Bersyarat
7 Politisi Demokrat Dalam Jerat Korupsi
Adang Daradjatun: Hartati Murdaya Bebas Bersyarat, Istri Saya?
Advertisement