Denda Maksimum Parkir Liar, Efektifkah Urai Kemacetan?

Masalah parkir liar memang cukup merepotkan Pemprov DKI. Meski beberapa kali cara diterapkan, namun tetap saja warga DKI membandel.

oleh Ahmad Romadoni Andi Muttya Keteng diperbarui 09 Sep 2014, 01:43 WIB
Sebanyak 8 buah sepeda motor terpaksa diangkut petugas dalam razia parkir liar yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan Jakarta Utara, Polsek Tanah Abang, dan Satpol PP (Liputan6.com/Johan Tallo).

Liputan6.com, Jakarta - Aksi cabut pentil, pencopotan plat kendaraan, hingga denda yang diterapkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta rupanya tidak diindahkan para pengendara di Ibukota Jakarta. Mereka tetap saja parkir liar seenaknya atau tidak berada di lokasi parkir yang telah ditentukan.

Gerah dengan kondisi tersebut, Pemprov DKI Jakarta pun resmi menerapkan aturan baru yakni Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tertanggal 8 September 2014. Ya, denda berupa penerapan retribusi derek maksimum, bagi kendaraan yang diparkir sembarangan itu. Tidak main-main, denda yang diterapkan Rp 500 per hari yang dihitung akumulatif.

Setiap pengendara yang terjaring petugas Dishub DKI, akan diderek ke 3 lokasi penyimpanan milik Dinas Perhubungan DKI yaitu di Rawa Buaya (Jakarta Barat), Terminal Barang Pulogebang (Jakarta Timur) dan Terminal Barang Tanah Merdeka (Jakarta Utara).

Sebagai permulaan, penindakan dikonsentrasikan di 5 titik di seluruh wilayah Jakarta. Wilayah itu yakni Tanah Abang Jakarta Pusat, Jatinegara Jakarta Timur, Marunda Jakarta Utara, Kalibata Jakarta Selatan, dan kawasan Beos Jakarta Barat.

Penertiban perdana ini, Dishub DKI langsung berhasil mengangkut belasan kendaraan roda empat yang parkir liar. Sebagian banyak pengendara pun terkejut. Ada yang pasrah, hingga mengolok petugas lantaran mereka belum mengetahui aturan baru tersebut.

Bagi pengendara yang terjaring petugas, kini cukup mudah cara membayar denda, tidak perlu lagi mengantre seperti membayar denda tilangan atau pun sidang pada umumnya. Cukup hanya membayar denda melalui ATM Bank DKI atau ATM Bersama. Begitu juga untuk mengetahui lokasi kendaraan, kini cukup mengirimkan SMS atau pesan singkat ke nomor 085799200900.

Caranya, pertama pengendara mengirim SMS dengan format Parkir Nomor Polisi [Contoh: Parkir B 2008 XYZ], kemudian kirim ke 085799200900. SMS Anda akan dibalas oleh akun virtual dengan megirimkan tata cara pembayaran melalui ATM Bersama/Prima ke teller Bank DKI. Dengan begitu, tidak ada pembayaran atau denda ditempat!

Apabila proses pembayaran telah diselesaikan, pelanggar mengirimkan bukti Wajib Retribusi ke Dinas Perhubungan DKI Jakarta dengan menyerahkan bukti transfer atau setor untuk kemudian diverivikasi ke Cash Management System (CMS) Bank DKI.

Setelah itu, petugas menyerahkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) dan Surat Pengeluaran Kendaraan kepada Wajib Retribusi. Nah, ketika telah mengantongi SKRD dan Surat Pengeluaran Kendaraan, pelanggar bisa menebus mobil mereka di pool penyimpanan kendaraan yang terdapat di 3 lokasi itu.

2 Cara Versi Ahok

Masalah parkir liar memang cukup merepotkan Pemprov DKI. Meski beberapa kali cara diterapkan, namun tetap saja warga DKI membandel. Padahal tujuan penertiban ini untuk kebaikan warga Ibukota, yakni mengurangi kemacetan yang kini sudah sangat memprihatinkan.

Tak heran jika Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mencari cara paling ampuh. Ia menemukan 2 cara. Selain denda maksimum, pria yang akrab disapa Ahok itu punya cara lain, yakni penerapan mesin parkir otomatis seperti di negara-negara maju. Dengan begitu, diharapkan tidak ada parkir liar. Aturan ini akan diterapkan pada 2015.

Memang penertiban parkir liar ini menurut Ahok tidak bisa sekaligus, tapi bertahap. Karena menerapkan aturan adalah sama halnya merubah budaya, sehingga butuh waktu yang tidak sebentar.

Terlebih parkir liar di ibukota menurut Ahok, tidak sedikit pihak yang merasa diuntungkan. Bahkan, ada yang bekerja sama dengan oknum PNS dan preman. Sehingga para penjaga parkir liar ini lebih leluasa, begitu juga para pemilik kendaraan yang parkir semabarangan.

Meski baru tahap permulaan, namun kerja Dishub DKI yang bekerja sama dengan polisi dan TNI mengalami kendala. Alasannya mobil derek otomatis terlalu sedikit, sehingga tidak mencukupi untuk meng-cover wilayah ibukota yang dibagi 5 wilayah.

"Saking banyaknya, ya nggak bisa ditertibkan secara langsung menyeluruh. Harus bertahap," kata Ahok.

Memang mobil derek yang dimiliki Pemprov DKI cukup banyak, 42 mobil derek yang terdiri dari 14 mobil derek otomatis, 2 mobil derek besar, dan 26 mobil derek manual. Namun yang dioperasikan hanya mobil derek otomatis, karena tidak membuat cacat mobil ketika penderekan.

Pemprov DKI pun berniat membeli mobil derek otomatis. Namun Dishub DKI menyadari, pembelian derek otomatis dirasa kurang tepat. Sebab, jika masyarakat DKI sudah mulai sadar memarkir kendaraanya di lokasi yang ditentukan, tentu manfaat mobil ini akan berkurang.

Apalagi dengan harga mobil derek otomatis yang cukup mahal, yakni Rp 2,5 miliar. Jika Pemprov DKI akan berniat menambah 20 mobil derek otomatis, maka Pemprov DKI harus mengeluarkan anggaran Rp 50 miliar.

Selain kendala mobil derek otomatis, minimnya petugas Dishub DKI minim di lapangan juga dirasa menjadi kendala, yakni 553 personel yang bertugas di 5 wilayah Jakarta. Padahal luas Jakarta 660 kilometer persegi, sehingga 1 personel harus mengawasi 1 kilometer lebih. Hal itu dinilainya membuat kinerja petugas kurang maksimal.

Gertak Sambal

Meski peraturan ini cukup baik menangkal parkir liar demi mengurai kemacetan, namun hal itu dinilai tidak cukup. Pengamat Transportasi Darmaningtyas mengatakan, konsistensi penerapan peraturan dinilai sebagai kunci berfungsinya efek jera yang menjadi tujuan utama diberlakukannya denda maksimal itu.

Darmaningtyas mengatakan, Jakarta sudah beberapa kali menerapkan peraturan serupa dengan denda besar. Sebut saja denda maksimal bagi pengendara yang menerobos jalur bus Transjakarta dan penegakan hukuman itu sangat menakutkan pada akhir 2013 lalu. Hanya awalnya saja mereka takut. Tapi sekarang justru hilang bak ditelan bumi.

"Iya jadi seperti gertak sambal saja. Yang penting konsistensi harus dijaga terus," ujar pengamat lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Selama ini, alasan yang selalu dikemukakan Pemprov DKI Jakarta terkait penerapan peraturan, adalah minimnya personel. Tapi, alasan itu sudah tidak dapat digunakan lagi. "Saya rasa personel terus bertambah. Bisa meminta bantuan Satpol PP untuk menjaga," ujar dia.

Paling tidak, Pemprov DKI Jakarta harus menambah lahan parkir di beberapa tempat. Sebab, sampai saat ini lahan parkir di ibukota sangat minim, sedangkan pertumbuhan kendaraan terus meningkat tajam.

"Bisa dibangun di ujung-ujung kota yang terintegrasi dengan Transjakarta. Seperti yang ada di Kampung Rambutan dan Cililitan," tandas Darmaningtyas.

Diharapkan dengan aturan denda maksimal ini, kemacetan yang disebabkan parkir liar bisa terurai, bagaimana menurut Anda?

 

(Riz)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya