Din Syamsuddin: Jangan Ada Perasaan Dendam Putuskan RUU Pilkada

Din menilai DPR seharusnya tidak terburu-buru dalam memutuskan RUU Pilkada tersebut.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 10 Sep 2014, 07:00 WIB
Ketua Umum PP Muhammadiyah terpilih, Din Syamsuddin dalam serah terima jabatan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang diwakili oleh Muchlas Abror (kiri) di , Yogyakarta, Rabu (7/7) malam. (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada yang tengah dibahas anggota DPR menuai berbagai sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

Din menilai DPR seharusnya tidak terburu-buru dalam memutuskan RUU Pilkada tersebut. Dia mengkhawatirkan jika nantinya terburu-buru, DPR dapat menghasilkan keputusan yang tidak objektif.

"Jangan DPR sekarang memaksakan diri, karena ini sudah injury time. Kita khawatir nanti tidak jernih, tidak objektif," kata Din di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (9/9/2014).

Din berpesan kepada para anggota DPR agar mempetimbangkan secara matang keputusannya dalam mengesahkan kebijakan termasuk RUU Pilkada itu.

"Para politisi Pemerintah, DPR, kalau mau memutuskan sesuatu itu perlu secara jenih, objektif. Jangan sampai ada unsur ketidaksukaan like or dislike ada kepentingan tertentu, jangan ada perasaan dendam. Karena tidak akan jernih. Tinggal kita lihat mana yang lebih banyak plusnya mana yang lebih sedikit minusnya," jelas Din.

RUU Pilkada saat ini masih digodok oleh anggota DPR. RUU tersebut dijadwalkan akan disahkan pada 25 September 2014.

Ada tiga opsi mekanisme pemilihan kepala daerah yang dibahas dalam Panja RUU Pilkada tersebut. Pertama, pasangan gubernur, walikota, dan bupati dipilih langsung seperti sekarang. Kedua pasangan gubernur, walikota, dan bupati dipilih DPRD. Dan ketiga, gubernur dipilih langsung tetapi bupati dan walikota dipilih DPRD.

Parpol di Koalisi Merah Putih yang terdiri Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendukung opsi kedua. Yaitu kepala daerah dipilih oleh DPRD.

Sedangkan yang memilih opsi pertama, yaitu kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat disokong oleh fraksi PDIP dan Hanura. PKB menginginkan adanya pemilihan langsung hanya untuk gubernur, dan untuk walikota dan bupati dipilih oleh DPRD.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya