Liputan6.com, Jakarta Rendahnya pengetahuan mengenai gangguan jiwa berat seperti skizofrenia membuat kebanyakan orangtua salah paham menilai anaknya. Tak jarang, anak yang seharusnya menerima pengobatan akibat gangguan jiwa malah dibanggakan karena dianggap memiliki kemampuan khusus seperti indigo.
Begitu disampaikan Psikolog Ratih Ibrahim di sela-sela acara 'Peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Lighting the Hope for Schizophrenia' di hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta, ditulis Rabu (10/9/2014).
"Orang dengan Skizofrenia (ODS) membutuhkan dukungan keluarga 1.000 persen. Seharusnya orangtua peka ketika anak mengalami keanehan. Tapi yang terjadi, mereka kebanyakan geer, dipikir anaknya indigo biar jadi bisnis. Waktu saya rujuk ke psikiater, mereka nggak terima, tersinggung," kata Ratih.
Padahal, kata ratih, penyakit kejiwaan seperti skizofrenia jika diintervensi lebih dini, dia bisa sehat bukan hanya secara fisik tapi juga mentalnya. Sayangnya, orangtua malah berpikir sebaliknya dan menganggap anak kena guna-guna.
"Ada saja orangtua yang berpikir kalau anak dilindungi kekuatan jahat. Ini membuat anak rentan dan bisa lebih parah." tegasnya.
Advertisement
Menanggapi hal tersebut, Ketua Seksi Skizofrenia Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia yang juga Kepala Departemen Psikiatri di RS Cipto Mangunkusumo, dr. A. A. Ayu Agung Kusumawardhani, SpKJ (K) mengatakan, anak indigo dan sakit jiwa bisa dibedakan dari penilaian dokter.
"Ada parameternya, mana anak yang memiliki kemampuan dan gangguan jiwa. Selama anak masih mau bersosialisasi, tidak masalah jika dia punya imajinasi. Yang bahaya, bila ia menarik diri dari lingkungan dan berimajinasi yang jauh dari realita. Perlu diwaspadai jika begitu karena ada kemungkinan anak memiliki gangguan jiwa," jelasnya.