Liputan6.com, Jakarta Sejumlah kondisi kesehatan yang kita alami sehari-hari seperti kegemukan, hipertensi, dan diabetes militus (DM) tanpa disadari dapat menjadi faktor risiko penyebab terjadinya kerusakan kognitif pada otak. Anak muda zaman sekarang menyebutnya lemah otak alias otak tak lagi berfungsi baik ditandai dengan mudah lupa/pikun, tak bisa berpikir dengan baik. Dan bila kondisi ini dibiarkan terus menerus, akan mempercepat terjadinya demensia (pikun) pada orang usia lanjut.
Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, KGer menjelaskan bahwa sejumlah faktor risiko di atas sebenarnya dapat diantisipasi dengan pendekatan farmakologi dan non-farmokologi.
"Misalnya saja dengan mengurangi asupan haram, asupan makanan berlemak, perencanaan makan, dan latihan fisik. Dan tentunya, mengonsumsi sayuran dan buah-buahan setiap hari," kata Dr. Heriawan menjelaskan.
Maka itu, dalam acara 'Demensia: Bisakah Kita Mengurangi Risikonya?' di Erasmus Huis, Pusat Kebudayaan Belanda, HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, ditulis pada Kamis (11/9/2014), Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menerangkan bagaimana penatalaksanaan terhadap sejumlah faktor risiko yang menyebabkan terjadinya suatu kondisi penurunan fungsional otak yang tidak dapat dihindarkan:
Hipertensi
1. Hipertensi
Kurangi asupan garam
Obat antihipertensi: tahap awal dengan diuretik, dapat dikombinasikan dengan ACE-inhibtor, ARB, b-blocker, atau antagonis kalsium.
Target: TDS
2. Dislipidemia
Kurangi asupan makanan berlemak
Obat yang dianjurkan: statin
Target: trigliserida < 150 mg/dL, HDL kolesterol > 40 mg/dL untuk pria, dan 50 mg/dL untuk wanita serta LDL kolesterol < 100 mg/dL
Advertisement
Diabetes mellitus
3. Diabetes militus
5 pilar penatalaksanaan DM: edukasi, perencanaan makanan, latihan fisik, obat, dan insulin.
Target: GDP < 120 mg/dL, pada usia lanjut GDP < 160 mg/dL.
Obesitas
4. Obesitas
Penatalaksanaan harus dilakukan sejak usia dini.
Target: IMT < 25 kg/m2
5. Gagal jantung, fibrilasi atrium, hiperkoagulasi, dan hipergregasi trombosit
Identifikasi etiologi yang bisa dikoreksi. Terapi farmakologis (obat) yang sesuai untuk mengendalikan dan mengatasinya. Konsultasi ke dokter yang sesuai pada keadaan khusus
Advertisement