Eksponen 98 Minta SBY Cabut Draft RUU Pilkada

Aktivis 98 menolak RUU Pilkada yang dinilai mengembalikan aroma Orde Baru yang kala itu mereka tentang sampai terjadinya reformasi.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 11 Sep 2014, 14:06 WIB
Sebuah layar proyektor menunjukkan hasil survei dari LSI mengenai alasan menolak Pilkada DPRD, Jakarta, Selasa (9/9/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) terus mendapatkan perlawanan. Kini giliran eksponen atau aktivis pergerakan mahasiswa 1998 turut angkat bicara menolak RUU Pilkada yang dinilai mengembalikan aroma Orde Baru yang kala itu mereka tentang sampai terjadinya reformasi.

Mantan aktivis Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jabotabek (FKSMJ) Sarbini mengatakan, saat ini pemegang peran utama ada pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Menurut dia, SBY harus memikirkan matang-matang untuk menerapkan UU Pilkada yang baru kalau nantinya disahkan DPR.

"SBY dapat meninggalkan hal buruk dengan mengeluarkan undang-undang yang menjadi pekerjaan rumah ke depan. Sistem Orde Baru justru dikembalikan," kata mantan Ketua Senat Universitas 17 Agustus 1945 tersebut.

Sementara, Ray Rangkuti dari LIMA Indonesia mengaku bingung dengan sikap SBY. Sebelumnya, pemerintahan SBY melalui Mendagri mengajukan RUU Pilkada. Namun saat banyak partai mendukung, Gamawan Fauzi sebagai Mendagri justru menolak keras.

Di sisi lain, menurut Ray, Fraksi Partai Demokrat di DPR malah sangat kencang untuk mengesahkan RUU Pilkada. Kedua belah pihak beda pandangan itu berada di bawah kendali SBY. Mendagri merupakan pembantu presiden, di sisi lain SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat.

"SBY maunya apa? Satu sisi badan dia menandakan langsung, satu sisi tidak langsung karena 2 pihak ini dari dia. Ini Demokrat ketuanya SBY. Menterinya ingin langsung, tapi fraksinya ingin tidak langsung. Sebenarnya dia (SBY) maunya langsung atau tidak? Jadi kita tunggu sikap SBY," ujar Ray.

Mantan eksponen 98 lainnya, Muradi menjelaskan, dalam membuat undang-undang ada 2 opsi. Pengajuan dari pemerintah atau inisiatif DPR. Pembahasan ini tidak akan berlanjut kalau SBY mencabut seluruhnya RUU Pilkada.

"Pak SBY harus menolak dan menarik RUU Pilkada dan tidak lagi dibahas. Ditarik dan selesai tidak ada pembahasan," tegas Muradi. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya