Harus Ada Pemerataan Konsumsi Listrik pada Pemerintahan Jokowi

Saat ini jumlah konsumsi listrik di Indonesia baru mencapai 200 wat per kapita.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Sep 2014, 19:09 WIB
Pertambahan kebutuhan listrik di pulau Jawa yang cukup pesat, tidak dapat diimbangi pembangunan infrastruktur pembangkit oleh PLN. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Untuk dapat tumbuh menjadi negara dengan industri yang kuat, Indonesia harus mampu memperbaiki dan menambah ketersediaan infrastruktur penunjang industri salah satunya adalah listrik. Sayangnya, infrastruktur listrik di Indonesia belum begitu bagus sehingga konsumsi listrik rendah.

"Jadi apa yang harus kita kerjakan sekarang, untuk menjaga ekonomi dan pasar kita bukan dengan cara memberikan proteksi untuk market kita. Tetapi kita musti membina mengembangkan ekonomi dan market kita itu dengan industrialisasi," ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Jumat (12/9/2014).

Dia mengatakan bahwa salah satu infrastruktur penting penunjang industrialisasi dan yang harus dibenahi oleh pemerintahan mendatang yaitu soal ketersediaan listrik terutama di wilayah Indonesia timur dimana wilayah tersebut akan menjadi target pengembangan kawasan industri.

"Nah untuk industrialisasi ini banyak yang kita kerjakan, salah satunya perbaikan di infrastruktur kita. Kita tidak bisa menjual barang industri tanpa ada listrik," lanjutnya.

Lutfi menjelaskan, saat ini jumlah konsumsi listrik di Indonesia baru mencapai 200 wat per kapita. Angka ini jauh di bawah negara kelas menengah lainnya.

"Kita kan nomor 16 nih di dunia. Tapi kita jauh di bawah kelas mengenah dunia. Untuk menjadi kelas menengah bawah dunia musti punya 600 wat per kapita, kita ini cuma 200 watt per kapita," kata dia.

Oleh karena itu, Lutfi berharap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla fokus untuk membangun infrastruktur kelistrikan sehingga konsumsi listrik meningkat. Setelah itu, dengan ada produk yang dihasilkan dari proses industri yang berjalan, Indonesia bisa mengambil keuntungan dari pasar baik pada skala regional maupun dunia.

"Seperti kita tahu, ini trennya berubah, politiknya berubah, ekonominya berubah. Sekarang ini kita sedang mencoba global value change, artinya ini industrinya ramai-ramai, produksinya ramai-ramai, untuk menguntungkan beramai-ramai. Adi ini adalah suatu tren baru yang musti kita hadapi dan sikapi untuk kita dimenangkan," tandasnya. (Dny/Gdn)


*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya