Citizen6, Jakarta “Ketika media makin partisan, film yang tak punya tanggung jawab moral untuk berimbang, terpaksa turun tangan”~ Dandhy D Laksono
Pada 25 September 2014 nanti, layar bioskop Indonesia kembali menayangkan film dokumenter berjudul ‘Yang Ketu7uh’ karya sutradara Dandhy D Laksono dari rumah produksi WatchdoC.
Dengan demikian, ‘Yang Ketu7uh’ yang merekam proses pemilihan Presiden RI ke-7 ini, menjadi film dokumenter ketujuh yang masuk bioskop umum dan didistribusikan secara komersial.
Dokumenter ini berkisah tentang para pemilih dalam proses Pemilu 2014 yang disebut-sebut paling fenomenal karena seolah membelah masyarakat menjadi dua kubu. Film yang melibatkan 19 jurnalis dan videografer ini diproduksi mulai awal 2014, meski beberapa bahan telah dikumpulkan sejak Pemilu 2009.
Trailer pertama dan kedua ini itelah ditonton lebih dari 100.000 kali sejak diunggah ke youtube pada akhir Juli 2014.
Film ini pertama kali dipertontonkan di tempat terbuka, Taman Fatahillah Jakarta, pada malam HUT Kemerdekaan RI, 16 Agustus 2014, dan dihadiri 3.000 orang. Penyelenggaranya adalah Kata Data dan Jakarta Old Town Revitalization Corporation (JOTRC)
Advertisement
Menurut Nukman Luthfie setelah menonton, "ini benar-benar suara yang tidak tercover dengan baik oleh media, barang kali karena media ada keberpihakan," katanya.
Dalam sejarah perfilman Indonesia, tercatat setidaknya ada enam dokumenter yang ditayangkan di jaringan bioskop umum secara komersial. Mereka adalah ‘Student Movement in Indonesia’ (2002) karya Tino Saroengallo, disusul sequelnya: ‘Setelah 15 Tahun’ (2013). Lalu ada ‘The Jak’ (2007) dan ‘The Conductors’ (2008) karya Andi Bachtiar Yusuf. Di tahun yang sama, juga ada ‘Pertaruhan’ dari Nia Dinata, sebelum akhirnya ‘Jalanan’ (2014) karya Daniel Ziv.
Jaringan bioskop 21 menyebut ‘Student Movement in Indonesia’ yang bercerita tentang Reformasi 1998 sebagai: “film dokumenter pertama yang bisa disaksikan di bioskop”.
Bila klaim ini dapat diterima, maka butuh waktu 76 tahun bagi dokumenter Indonesia mendapat tempat di bioskop umum setelah film fiksi pertama yang diproduksi di dalam negeri (Lutung Kasarung, 1926). Atau 69 tahun sejak Indonesia mereka.
Bisa disebut, Tino adalah sutradara pertama yang bisa membawa dokumenter ke jaringan bioskop komersial sejak Indonesia merdeka. Dalam konteks ini, komersial berarti masyarakat mau datang dan membayar untuk menonton sebagai bentuk penghargaan, di luar perhelatan sosial-budaya atau dukungan sponsor.
Penasaran seperti apa film ‘Yang Ketu7uh’ ini, silakan datang ke bioskop mulai 25 September.
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel, foto atau video seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com