Liputan6.com, Jakarta - Belasan orangtua siswa mendatangi SMA 70 Bulungan, Jakarta Selatan. Mereka mempertanyakan keputusan sekolah yang memberhentikan 13 siswa yang duduk dikelas 3.
"Keputusan sepihak langsung dikeluarkan 13 orang tanpa ada proses pembelaan sama sekali, ada Berita Acara Pemeriksaan, tiba-tiba langsung diputuskan, tidak ada surat peringatan," kata Muhammad Sofie, mewakili orangtua siswa saat menyambangi SMA 70, Selasa (16/9/2014).
Advertisement
Sofie mengatakan, anaknya berinisial GM dikeluarkan dari sekolah karena dituding melakukan pemukulan kepada siswa kelas 1 saat acara masa orientasi siswa. Padahal setahunya GM tidak ikut di acara itu.
"Saya tidak tahu mendengar ada ospek atau apa pemukulan kepada anak kelas 1. Katanya (korban) anaknya pejabat siapa, komplain. Anak saya tidak ada di sana," ujar dia.
Meski belum mengetahui langkah apa yang akan diambil pasca-pemberhentian para siswa itu, mereka lebih dulu mengadukannya ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
"Kesepakatan dengan orangtua yang lain mereka sedang berunding melalui jalur apa nantinya tidak bisa semenang-menang begitu melakukan langkah-langkah lebih lanjut," ungkap dia.
Sementara Lennie Saraswati, orangtua murid yang lain menambahkan bahwa anaknya saat MOS tidak ke luar rumah dan sedang sakit. Dia pun sempat menyampaikan ke pihak sekolah. "Kemarin saya sampaikan, nggak sekolah dan nggak ada di tempat kejadian," ujar Lannie.
Karena itu dirinya merasa dizolimi atas pemberhentian anaknya itu. Sebab tidak ada acara pemeriksaan terhadap anak oleh pihak sekolah.
"Kali ini sangat zolim anak yang tidak mau buat bap dikeluarkan juga. Kalau seperti ini bagaimana. Kami titipkan anak untuk dididik," ungkap dia.
Anehnya surat pemberhentian itu kata dia pihak sekolah tidak memberikan rekomendasi kepada siswa untuk dipindahkan ke sekolah lain. "Seandainya mereka tidak bisa lagi di sini, surat itu juga salah dan tidak ada rekomendasi dari sekolah. Anak saya mau dikirim ke mana? Dalam waktu dekat ini anak-anak mau ujian. Tidak ada panggilan orangtua. Tidak ditunjukan siapa korban, ada laporan polisi, visum," beber dia.
Ia menceritakan saat anaknya kelas 1 di SMA itu juga menjadi korban MOS. Kala itu dirinya membuat laporan polisi sekaligus visum. Karena itu dirinya berniat untuk membawa ke ranah hukum.
"Waktu anak kelas 1, anak saya juga korban dan saya ada laporan polisi, visum dan akhirnya saya mencabut laporan karena mereka meminta maaf," papar Lannie.
Dirinya mengaku mendapat surat panggilan pada Sabtu 13 September 2014, lalu pada Senin 14 September dirinya kembali mendatangi sekolah tersebut. "Saya datang dan anak saya dikembalikan. Jelas akan dibawa ke ranah hukum. Kami 13 orang ini mudah-mudahan dapat keadilan," tandas Lannie.