Liputan6.com, Jakarta - Di tengah beredarnya isu pembubaran, pemerintah telah menganggarkan dana untuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (rAPBN) 2015.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ad Interim Chairul Tanjung mengatakan, anggaran untuk SKK Migas dalam RAPBN 2015 diusulkan sebesar Rp 1,9 triliun.
Advertisement
"Skk Migas Rp 1,9 triliun" kata Chairul, dalam Rapat Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Chairul pun menyerahkan pengajuan tersebut ke komisi VII DPR untuk dibahas dan disetujui.
"Akan dibahas DPR, akan terlebih rinci PLT akan memparkan program lebih rinci kepada DPR RI," tambah Chairul.
Setelah melakukan perdrepatan cukup sengit, para anggota dewan tersebut menyetujui usulan anggran SKK Migas yang diusulkan oleh Kementerian ESDM sebesar Rp 1,9 triliun.
"Bagaimana kita setuju anggaran SKK Migas Rp 1,9 triliun? Sah!," kata anggota Komisi VII DPR yang menjadi Ketua Rapat Kerja RAPBN 2015, Milton Pakpahan sambil mengetuk palu.
Sebelumnya, anggota Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengungkapkan soal rencana pemerintah baru untuk melebur SKK Migas dan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menjadi perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Kami kan harus ada political will. Nanti kan ke depan SKK akan dibubarkan," kata Efendi.
Peleburan SKK Migas tersebut mengacu putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Nantinya SKK Migas akan menjadi satu unit usaha di bawah Kementerian BUMN.
"Dia kan menjadi unit usaha. Karena MK memutuskan seperti itu. Tapi semua aset SDM kita alihkan. Menjadi unit usaha berdiri sendiri di bawah BUMN. Seperti Pertamina. Unit investasi dan eksplorasi," papar dia.
Menurut Efendi, Presiden terpilih Joko Widodo sudah mengetahui hal tersebut. Jika sudah melebur menjadi BUMN hubungan SKK Migas versi baru akan menggunakan skema business to business (b to b) saat bekerjasama dengan Kontraktor Kerjasama (KKKS).
"Kan belum final. Kami kan mengikuti judicial review itu harus patuh dulu. Jadi b to b dengan KKKS," ungkapnya. (Pew/Ndw)