Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha angkutan penyeberangan yang beroperasi di lintas Merak-Bakauheni mengeluhkan keberadaan kapal jenis LCT (kapal pendarat) yang beroperasi di lintas Bojanegara-Bakauheni.
Keberadaan kapal tersebut menyebabkan lebih dari 30 persen muatan yang seharusnya menggunakan kapal penyeberangan lintas Merak-Bakauheni berpindah menggunakan LCT. Mereka pun meminta ada tindakan tegas dari pengoperasian kapal LCT tersebut,
“Keberadaan kapal LCT menyebabkan perusahaan pelayaran yang beroperasi di lintas Merak-Bakauheni tidak akan mampu menutup biaya operasional. Hal ini akibat berpindahnya muatan dengan tarif yang lebih murah di kapal LCT. Kalau kapal itu tidak ditarik dan izinnya dicabut, seluruh anggota Gapasdap sepakat untuk menghentikan operasi (mogok) di lintas Merak-Bakauheni,” kata Wakil Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai dan penyeberangan, Bambang Harjo S, Jumat (19/9/2014).
Jika anggota Gapasdap tidak mampu menutup biaya operasional, tutur Bambang, maka sebagai kompensasinya perusahaan pelayaran akan mengurangi layanan dari sisi kenyamanan, dan akan mengurangi layanan dari sisi keselamatan.
Gapasdap mengusulkan agar LCT dioperasikan di lintas yang tidak berimpit dengan lintas Merak-Bakauheni, yaitu lintas Bojanegara – Panjang.
Advertisement
“Kami harapkan pemerintah memberikan solusi yang terbaik terhadap permasalahan tersebut guna keberlangsungan layanan di lintas penyeberangan Merak-Bakauheni,” papar Bambang.
Menurutnya, saat ini anggota Gapasdap dituntut pemerintah untuk bisa memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat, baik dari sisi keselamatan harus mengikuti standar Internasional (SOLAS, ISM Code) maupun standar keamanan dan standar kenyamanan. Juga diharuskan dilengkapi dengan alat-alat keselamatan seperti life jacket, inflatable life raft (ILR), dan juga setiap geladak kendaraan dibuat tertutup dan dilengkapi dengan sprinkler. Dari sisi keamanan dilengkapi dengan CCTV dan tenaga security.
Dari sisi kenyamanan, setiap kapal angkutan penyeberangan berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan kenyamanan yang terbaik bagi masyarakat.
“Namun, pemerintah memberikan peluang kepada perusahaan pelayaran untuk mengoperasikan kapal jenis LCT, dimana tidak dilengkapi dengan standar keselamatan yang memadai, baik bagi penumpang dan muatannya (geladaknya terbuka sehingga barang mudah rusak terkena air). LCT juga tidak memiliki standar keamanan dan kenyamanan,” ungkap Bambang.
Ia mengemukakan, kapal angkutan penyeberangan harus memenuhi ketentuan untuk melaksanakan pengedokan setiap tahun, sedangkan untuk kapal LCT periode pengedokannya lebih lama yaitu 30 bulan (biaya kapal penyeberangan > kapal LCT). “Karena murahnya biaya operasional kapal jenis LCT, mereka bisa mengenakan tarif yang lebih murah dengan rute Bojonegara-Bakauheni,” ujarnya.
Padahal, lanjut Bambang, saat ini perusahaan angkutan penyeberangan yang ada di lintas Merak-Bakauheni sedang bersiap untuk menghadapi Asean Connectivity, dimana seharusnya kita berlomba-lomba berkompetisi untuk memberikan pelayanan yang terbaik diatas layanan di negara lain sehingga kita bisa berkompetisi dengan negara lain.
“Karena lintas Merak-Bakauheni merupakan lintas strategis yang menghubungkan 10 propinsi di Sumatera dan 6 propinsi di Jawa maka sudah seharusnya lintasan tersebut dilayani oleh kapal dengan standar keselamatan, keamanan dan kenyamanan yang prima, dimana Ditjendat (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) selalu melakukan pengawasan pelayanan tersebut dengan adanya Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dilakukan pemeriksaan setiap tahunnya,” papar dia. (Nrm)