Liputan6.com, Jakarta - Banyak hal baru yang muncul dalam persidangan terdakwa Anas Urbaningrum. Salah satu yang mengejutkan adalah masuknya tuntutan pelanggaran korupsi politik yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum.
Anas menjadi orang kedua yang didakwa korupsi politik dalam persidangan. Sebelumnya Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) didakwa dengan tuduhan korupsi politik. Akhirnya, LHI divonis dicabut hak politiknya.
Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia Fadli Nasution mengatakan, penerapan korupsi politik pada LHI sangatlah berbahaya. Majelis kasasi dinilai tidak tepat mencabut hak politik Lutfhi karena menggunakan pendapat pribadi korupsi politik.
"Ini sangat berbahaya bagaimana opini dipakai bisa memvonis orang, yakni dicabutnya hak politik," ujar Fadli dalam diskusi 'Menanti Vonis Anas' di Cikini, Jakarta, Sabtu (20/9/2014).
Fadli menilai, tidak tepat jika soal korupsi politik didakwakan kepada bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Sebab, KUHP menyebutkan tidak ada hukuman tanpa adanya kesalahan. "Silakan saja korupsi politik dimasukkan. Tapi revisi dulu undang-undangnya," jelas Fadli.
Hal senada diungkapkan kuasa hukum Anas, Patra M Zein. Patra mengaku tidak mengerti dengan tuntutan yang disampaikan jaksa. Selama pemeriksaan saksi, tidak pernah terungkap satu pun adanya korupsi politik yang dilakukan Anas. Tapi, tuntutan itu tiba-tiba muncul pada penghujung.
"Selama sidang tidak ada, tapi muncul di tuntutan. Masuk juga dalam tuntutan, bahkan tuntutannya juga mencabut hak politik Anas," tandas Fadli.
Sementara menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satya Langkun, korupsi politik tetap bisa diadili. Hal itu sudah terjadi di beberapa persidangan dan dijelaskan bagaimana uang hasil korupsi digunakan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan politik.
"Dalam hal ini, korupsi politik fenomena yang dijelaskan. Terbukti ada uang-uang buat pendanaan politik dipakai dari hasil korupsi," ujar Tama. (Ein)
Advertisement