Tanpa Bergantung Jepang, RI Bisa Garap Kereta Cepat

Pemerintah Jepang ingin memberikan dana hibah untuk melakukan studi kelayakan kereta cepat dengan nilai Rp 150 miliar.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 21 Sep 2014, 08:09 WIB
Seorang pria memandang kereta peluru yang akan melayani rute kereta cepat Shanghai dan Hangzhou di Shanghai, Selasa (26/10). (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan untuk membangun kereta api super cepat atau High Speed Railway (HSR) Jakarta-Surabaya tanpa terikat dengan Jepang. Skema pembiayaan maupun teknologi untuk ini bisa berasal dari negara lain, tak hanya Jepang.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedy S Priatna mengungkapkan, pemerintah Indonesia bakal membuka tender internasional dalam merealisasikan proyek tersebut.

"Pak Chairul Tanjung (Menko Perekonomian) maunya dibuka saja. Jadi dengan Jepang tidak terikat (untaight), harus pakai tender internasional," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (21/9/2014).

Dengan demikian, pelaksanaan studi kelayakan  atau feasibility study (FS), pembiayaan, teknologi dan sebagainya bukan hanya digarap Jepang. Artinya terbuka dikerjakan negara lain.

"Teknologinya yang memungkinkan dari Spanyol, Kanada, Jerman, Inggris yang semuanya bagus," katanya.

Dedy menyebut selama ini banyak proyek di Indonesia yang terikat dengan Jepang atau negara lain. Pasalnya negeri Sakura itu berani  menawarkan bunga sangat murah sebesar 0,2 persen per tahun. Sementara jika sebuah proyek tidak terikat, maka bunga pinjaman atau loan mencapai 1,2 persen per tahun.

"Contoh proyek yang untaight di Indonesia setahu saya belum ada. Tapi proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Thailand, FS, desain dan loan dari Jepang, tapi yang menang tender Jerman. Bisa karena memang untaight," terangnya.

Cara ini, tambah Dedy, tidak dilarang di setiap negara. Pemerintah masing-masing negara berhak memilih apakah sebuah proyek pembangunan infrastruktur ingin menggunakan skema terikat atau tidak.

"Kalau memilih untaight di proyek kereta cepat, Jepang harus mau. Itu boleh kok karena sudah kesepakatan internasional. Jadi tergantung pemerintah kita," tukas Dedy.

Sebelumnya, pemerintah Jepang ingin memberikan dana hibah untuk melakukan studi kelayakan kereta api jalur Jakarta-Bandung ini dengan nilai Rp 150 miliar.

Menurut Dedy, pemerintah Jepang mengalokasikan dana hibah untuk pelaksanaan FS pembangunan selama dua tahun sebesar US$ 15 juta atau Rp 150 miliar.

"Untuk FS kereta api Jakarta-Bandung saja mereka (Jepang) kasih US$ 15 juta dolar. Jarang-jarang ada yang memberi segitu, biasanya paling US$ 1 juta atau US$ 500 ribu," ungkap dia. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya