Liputan6.com, Cianjur - Masih menjadi misteri apa sebenarnya situs megalitikum Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Beragam pandangan dan pendapat muncul satu per satu. Tapi satu yang muncul ke permukaan publik dengan kencang adalah isu adanya 'piramida' yang tersembunyi di dalam tubuh bukit setinggi 885 meter di atas permukaan laut.
Entah dari mana isu 'piramida' itu datang dan sejak kapan munculnya lalu oleh siapa pertama kali diperluas. Tidak ada yang tahu pasti. Tapi yang pasti, jika dilihat dari jauh, terutama dari bukit-bukit atau pegunungan di sekitar Gunung Padang dan dari angle tertentu, tubuh bukit Gunung Padang memiliki bentuk yang mirip piramida. Bagian bawahnya yang berbentuk persegi dan semakin ke atas semakin mengerucut lalu menyatu di satu titik di bagian puncak.
Namun sekali lagi, puncak bukti Gunung Padang tidak seperti 'puncak' piramida seperti di Mesir yang berpuncak 'lancip'. Puncak bukit Gunung Padang justru tidak lancip, melainkan sebuah dataran dengan luas sekitar 1 hektar.
"Kalau dilihat dari utara Gunung Padang ini memang segitiga. Tapi setelahnya kan memanjang," kata Wakil Ketua Timnas Peneliti Gunung Situs Gunung Padang Bidang Arkeologi, Ali Akbar di puncak Gunung Padang, Sabtu 20 September 2014.
Selain karena bentuknya yang tidak tepat jika disebut piramida secara geometri, secara fungsi apa yang ditemukan selama penelitian ini juga tidak memperkuat isu 'piramida' itu.
Secara awam dan umum, Piramida-piramida di Mesir merupakan satu bangunan yang berfungsi sebagai tempat pemakaman atau tempat penyimpanan jasad-jasad raja Mesir yang berupa mumi. Sementara di Gunung Padang tidak. Dikatakan tidak, setidaknya jika ditelusuri dari temuan-temuan Timnas Peneliti.
"Penelitian kami beberapa tahun ini tidak ditemukan indikasi (pemakaman) itu. Indikasi kami ini lebih kepada bangunan pemujaan. Tapi bukan juga istana," kata arkeolog lulusan Universitas Indonesia ini.
Lalu jika bukan 'piramida' seperti yang digembar-gemborkan pihak-pihak lain selama ini, apa Gunung Padang itu sebenarnya? Abe menyatakan, area penelitiannya ini lebih cenderung kepada punden berundak. Seperti situs-situs serupa yang banyak ditemukan di Indonesia.
Sebab, di situs yang telah diresmikan sebagai cagar budaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini memiliki 5 teras. Di mana, teras 1 memiliki permukaan tanah yang lebih rendah yang terus meninggi pada teras ke 5. Lazimnya kebudayaan di Indonesia pada umumnya, yang paling tinggi itulah yang disakralkan. Tentu berbeda dengan piramida seperti Piramida Giza di Mesir yang menghendaki bentuk simetris di bagian bawahnya berupa persegi dan keempat sisinya menyatu pada satu titik di puncaknya.
"Sementara yang kita teliti ini berbeda. Cenderung sebagai punden berundak, karena dia berteras. Dengan bagian yang paling tinggi itu yang disakralkan," kata Abe.
Advertisement
Temuan Peneliti>>>
Sejumlah artefak sudah ditemukan para peneliti dari dalam tanah di situs ini. Dua di antara yang ditemukan yang disebutkan Abe adalah temuan benda dari batu berbentuk senjata khas Sunda, kujang, dan koin.
Batu yang menyerupai Kujang itu memang memiliki 'syarat-syarat' seperti kujang pada umumnya. Punya bagian yang sepertinya untuk pegangan atau genggaman tangan. Lalu ada bagian segitiga yang sepertinya sudah diasah.
"Kita sebut kujang Gunung Padang. Seperti artefak yang berbentuk alat. Dia berbentuk segitiga, ada pegangannya dan di bagian segitiganya sudah diasah," kata Abe.
Berbicara mengenai temuan Kujang itu, memang ada satu buah batu dari jenis andesit yang pada bagian atasnya terdapat cekungan berbentuk Kujang. Cekungan 'Kujang' itu sendiri mirip dengan bekas cetakan. Batu itu sendiri berada di teras 3 situs Gunung Padang.
Meski demikian, Abe tak menyimpulkan bahwa temuannya itu benar-benar Kujang pada zaman dulu yang dibentuk dari batu. Abe menyatakan bahwa benda tersebut tidak tampak seperti berfungsi praktis yang umum pada senjata-senjata tajam. Temuannya ini lebih bersifat simbolis.
"Lebih ke simbolis. Sebagai tanda, misalnya kalau di tentara itu Tongkat Komando," kata Abe.
Temuan lain yang mengundang perhatian khalayak adalah koin. Koin yang ditemukan peneliti ini berdiameter 17 milimeter. Di dalamnya terdapat hiasan-hiasan dan lingkaran-lingkaran kecil yang berjumlah 84 buah. Lingkaran-lingkaran kecil itu punya diameter 0,3 milimeter. Lingkaran-lingkaran itu disusun sedemikian rupa dan rapi sehingga membentuk bulatan berdiameter 10,5 milimeter.
Namun, Tim Nasional Penelitian Gunung Padang belum memeriksa lebih rinci usia koin tersebut. Indikasi bahwa koin itu berusia tua adalah lokasi penemuannya. Yakni ditemukan di kedalaman 11 meter. Sementara ekskavasi situs megalitikum Gunung Padang, di mana ditemukan hamparan batu-batu andesit tersusun dan terpola rapi di 5 teras ini diperikirakan berasal dari tahun 500 Sebelum Masehi. Sementara ekskavasi dengan kedalaman 4 meter pada lapisan kedua saja diperkirakan berasal dari tahun 5.200 Sebelum Masehi.
Karenanya, hipotesa awal koin itu berusia tua adalah lokasi temuannya yang lebih dalam dari batuan-batuan dan ekskavasi pada lapisan kedua di situs ini.
"Jadi terus terang saya bingung ini, karena kedalaman penemuan koin ini lebih dalam dari lapisan kedua. Kita lagi periksa ini di titik-titik tertentu supaya dapat konteksnya si koin itu di mana," ujarnya.
Meski belum dapat disimpulkan usia koin tersebut, namun Abe memastikan, sebagai sebuah artefak, koin itu adalah temuan luar biasa. Mengingat, jika dilihat secara seksama, koin itu tidak dibuat dengan teknik sembarang atau dengan teknik 'hand made'. Koin itu tampak dibuat dengan teknik pencetakan.
Tentu hipotesa awalnya adalah koin tersebut yang pasti dapat menunjukkan bahwa peradaban dan kebudayaan saat pembuatan koin itu sudah sangat maju. Bukan seperti peradaban masyarakat pra sejarah yang berburu dan tinggal di gua.
"Ukurannya sangat kecil dan presisi. Dan itu dibuat dengan teknik cetak. Jadi itu menunjukkkan yang membuat sudah tekun, teliti, cermat, cerdas. Sudah sangat maju," tandas Abe soal koin yang ditemukan di Gunung Padang itu. (Yus)
Advertisement