Liputan6.com, Jakarta - Badan Anggaran DPR RI menyepakati cost recovery sektor minyak dan gas dalamAPBN 2015 sebesar US$ 16 miliar atau sebesar Rp 191,7 triliun (kurs 11.900).
Jumlah tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan Nota Keuangan yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyodo beberapa waktu lalu sebesar US$ 16,5 miliar.
Advertisement
"Kita hitung bahwa dengan lifting tahun ini 818.000 barel per hari, cost recovery US$ 15 miliar. Kini dengan produksi tahun depan menjadi 900 ribu barel, kita bisa sepakati cost recovery naik US$ 16 miliar," kata Ketua Sidang Banggar Tamsil Linrung di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/9/2014).
Pemerintah yang diwakili Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, sebenarnya mengajukan biaya penggantian kepada kontraktor tersebut sebesar US$ 17,8 miliar.
Plt Kepala BKF, Andin Hadiyanto menegaskan dengan adanya penurunan cost recovery tersebut, pemerintah tidak dapat menjamin peningkatan penerimaan negara terutama dari sektor migas ini.
"Kalau cost recovery ini diturunkan maka penerimaan negara sektor ini juga akan turun, hanya saja berapanya belum kita rinci dengan data baru," tutur dia.
Dalam hitungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tahun depan pemerintah bisa menikmati penerimaan dari sektor migas sebesar Rp 299,1 triliun, meningkat 1,25 persen dibanding tahun ini.
Adapun dijelaskan Andin, cost recovery ini merupakan dana APBN yang akan digunakan untuk pengembalian biaya ke kontraktor usai hasil pengeboran berhasil mendapatkan migas secara komersil, termasuk biaya penggajian para pekerja. (Yas/Nrm)