Liputan6.com, Prancis - Sebuah kelompok teroris jaringan Al-Qaeda telah menculik seorang warga negara Prancis. Mereka juga mengumumkan akan mengeksekusinya, jika pemerintah Paris tidak menghentikan aksi militernya terhadap kelompok di ISIS.
Dilansir dari RT News, Selasa (23/9/2014), pemerintah Prancis telah mengkonfirmasi insiden itu. Namun mereka mengatakan tidak akan mengubah langkah mereka untuk memberangus ISIS.
Dalam sebuah video yang muncul di media sosial, terlihat anggota bertopeng dari kelompok yang menyebut dirinya Jund al-Khilafah atau Tentara kekhalifahan. Mereka mengeluarkan peringatan untuk Presiden Prancis Francois Hollande, bahwa sandera akan dieksekusi kecuali Prancis mengakhiri serangan udara dan tindakan militer lainnya terhadap ISIS.
Diapit oleh dua pria bertopeng, sandera berkebangsaan Prancis itu menegaskan kembali tuntutan kelompok teroris itu dan meminta bantuan.
"Aku disandera Jund al-Khilifa, sebuah kelompok bersenjata Aljazair," ungkap pria itu.
"Kelompok bersenjata ini memintaku agar Anda (Presiden Francois Hollande) tidak melakukan intervensi di Irak. Mereka menculik dan menyanderaku dan aku meminta Pak Presiden untuk melakukan segala sesuatu demi membebaskanku dari situasi buruk ini, dan aku ucapkan terima kasih," sambung pria yang disandera itu.
Menurut seorang pejabat keamanan Aljazair di kota pegunungan Tizi Ouzou, di daerah tempat penculikan itu terjadi, pria 55 tahun itu adalah pemandu gunung dari kota Prancis, Nice. Mereka sedang hiking bersama dua orang teman ketika diculik pada hari Minggu 21 September.
Advertisement
"Ketiganya dilaporkan sempat bermalam di pondok ski dekat Kota Tikdjda, 65 km dari ibukota Aljir," ungkap si pejabat yang dirahasiakan identitasnya.
Kelompok Jund al-Khilafah yang memisahkan diri dari Al-Qaeda di Afrika Utara, dalam beberapa pekan terakhir telah bersumpah untuk setia pada ISIS.
Tanggapan Pemerintah
Sejauh ini, pemerintah Perancis telah mengonfirmasi keaslian video yang juga telah beredar di YouTube. "Ancaman yang dibuat oleh kelompok teroris ini menunjukkan sekali lagi kekejaman ekstrem dari Daech (Negara Islam), dan mereka yang mengatakan berafiliasi untuk kelompok itu," kata Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius.
"Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membebaskan sandera. Tapi kelompok teroris tidak dapat mengubah langkah Prancis (untuk memerangi ISIS)," tambah Fabius.
Militer Perancis bergabung dengan AS untuk menumpas kelompok ISIS pada tanggal 19 September. Mereka juga telah melaksanakan serangan udara terhadap gerilyawan tersebut, yang telah menguasai sebagian besar wilayah Irak juga Suriah.
Sementara itu, baru-baru ini muncul kabar ancaman terhadap orang-orang Eropa dan Amerika sebagai target baru kelompok militan tersebut.
Hal itu diketahui dari ancaman seorang juru bicara Negara Islam, Abu Muhammad al-Adnani, yang mendesak pengikutnya pada hari Minggu 21 September untuk membunuh orang dari kedua kebangsaan itu, terutama dari Prancis.
Sebelumnya, kelompok teroris itu telah memenggal dua wartawan Amerika dan seorang pekerja bantuan Inggris. Mereka yang menjadi korban diidentifikasi sebagai James Foley, Steven Sotloff dan David Heines.
Menanggapi pernyataan tersebut, Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengatakan bahwa dirinya sangat yakin dengan keamanan negaranya.
"Ancaman ini untuk membunuh warga sipil, ditambah dengan penggunaan sandera dan pembantaian. Ini adalah contoh lain kebiadaban teroris ini, membenarkan perjuangan kami tanpa gencatan senjata atau jeda. Prancis tidak takut karena telah siap untuk merespons ancaman mereka," urai Cazeneuve. (Ein)