Ricuh Paripurna RUU Pilkada, Sidang Diskors lagi

Kericuhan diawali dengan tidak adanya titik temu soal pembahasan opsi yang ditawarkan Partai Demokrat.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 26 Sep 2014, 00:13 WIB
Priyo Budi Santoso (kiri), Marzuki Ali (tengah), Pramono Anung (kanan) tampak berbincang-bincang saat sidang Paripurna DPR RI.(liputan6.com/Abdul Aziz Prastowo)

Liputan6.com, Jakarta - Jalannya Rapat Paripurna RUU Pilkada ricuh. Kericuhan diawali dengan tidak adanya titik temu soal pembahasan opsi yang ditawarkan Partai Demokrat tentang Pilkada langsung dengan 10 syaratnya.

Tak juga kunjung bertemu mufakat atau kesepakatan soal opsi yang diajukan Demokrat, pimpinan rapat paripurna, Priyo Budi Santoso, memutuskan untuk mengembalikan pilihan kepada dua opsi awal, yaitu Pilkada langsung atau dipilih DPRD.

Priyo beralasan, opsi Partai Demokrat ini sudah tidak seharusnya dibahas lagi di Rapat Paripurna, tapi sudah dibicarakan di forum lobi tadi.

"Kita tetapkan dua opsi, Pilkada langsung atau Pilkada dipilih DPRD. Tok..tok," kata Priyo sembari mengetok palu di Gedung DPR RI, Kamis (25/9/2014) malam.

Alhasil politisi PDI Perjuangan, Aria Bima langsung berteriak dan menolak ketukan palu pimpinan rapat. "Saya minta dicabut dulu ketua," tegas Aria.

Sejumlah anggota DPR meminta supaya rapat tetap dilanjutkan. "Lanjut ketua! Sudah diketok" teriak anggota Dewan lain.

Sejumlah anggota Dewan pun maju ke meja pimpinan DPR meminta ketukan palu Priyo dicabut. Politisi PDI Perjuangan Maruarar Sirait yang terlihat kesal karena mikrofonnya tak menyala langsung memutuskan maju ke meja pimpinan dan menunjuk-nunjuk Priyo untuk mencabut palu yang sudah diketok Priyo.

Situasi sempat crowded karenanya banyak anggota dewan yang jalan menuju ke meja pimpinan sidang. Melihat hal tersebut, pamdal DPR langsung mengamankan Priyo dari 'serbuan' anggota Dewan. Dan langsung memutuskan skors untuk kembali melakukan lobi-lobi.

"Sidang saya skors," kata Priyo sambil mengetuk palu mencegah sidang makin ricuh.

>>> Opsi Ketiga Tak Mufakat


Opsi Ketiga Tak Mufakat

Rapat Paripurna RUU Pilkada menemukan dinamika politik yang berubah-ubah dan sangat drastis. Terlebih opsi dari Partai Demokrat meminta Pilkada langsung dengan 10  syarat akhirnya dimentahkan dari forum lobi. Artinya hanya ada pilihan pilkada langsung atau dari DPRD.

"Kami meminta agar opsi kami tetap dipertimbangkan. Di mana lagi kami cari kebijakan selain dari anggota Dewan," kata politisi Partai Demokrat, Benny K Harman saat interupsi di Sidang Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2014).

http://news.liputan6.com/read/2110306/pdip-setuju-opsi-ketiga-demokrat-diakomodasi-dalam-ruu-pilkada

Interupsi Benny langsung mengundang simpatik dari Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan PDI Perjuangan. Ketiga partai tersebut mendukung opsi Partai Demokrat agar bisa diterima menjadi opsi ketiga.

"PDI Perjuangan dukung opsi Demokrat," kata politisi PDI Perjuangan Aria Bima.

"Hanura dukung opsi Demokrat," tambah politisi Partai Hanura Syarifuddin Suding

"PKB dukung Demokrat," tutup Politisi Partai PKB Malik Haramain.

Namun, jalannya sidang makin riuh karena opsi ini sebenarnya sudah dibicarakan di forum lobi yang digelar sejak pukul 17.50 WIB tadi. Pimpinan rapat, Priyo Budi Santoso juga sudah membahas ada 5 hal yang substantif yang dibahas dalam forum lobi tadi.

>>> Forum Lobi 3 Jam Lebih


Forum Lobi 3 Jam Lebih

Setelah berlangsung selama beberapa jam, pimpinan Sidang Paripurna RUU Pilkada, Priyo Budi Santoso menskors rapat saat jelang magrib atau Kamis (25/9/2014) petang.

Sidang Paripurna RUU Pilkada kembali dilanjutkan sekitar pukul 22.48 WIB. Rapat yang molor sekitar 3 jam lebih dari jadwal yang ditetapkan sebelumnya yaitu pukul 19.30 WIB. Pimpinan rapat Priyo Budi Santoso mengatakan, terdapat 5 hal yang substantif dalam forum lobi tadi yang menjadi kesepakatan.

"Saya akan sampaikan hasil lobi yang dilakukan pimpinan fraksi, terhadap 5 hal substansi, yang dilaporkan pansus, Komisi II, panja (panitia kerja), yang dibawa ke forum lobi," kata Priyo di dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (25/9/2014).

Dalam lobi, muncul opsi pilkada langsung dengan sejumlah syarat. Pertama, adalah soal substansi tentang paket atau tidak paket, yang maksudnya pemilihan kepala daerah yang sepaket dengan wakilnya.

"Hasil lobi tadi memilih kepala daerahnya saja tanpa wakil," tambah Priyo.

Kemudian Priyo melanjutkan supaya tidak ada konflik kepentingan dengan calon incumbent, hasil forum lobi memutuskan pelarangan dan tidak boleh untuk calon yang memiliki ikatan perkawinan. "Jadi suami untuk periode berikutnya istrinya nggak boleh, harus menunggu jeda 5 tahun," terang Priyo.

Adapun hasil lobi ketiga forum lobi tadi juga membahas soal proses rekapitulasi pilkada langsung. Keputusannya adalah rekapitulasi yang akan dilakukan secara berjenjang.

"Artinya dari TPS (Tempat Pemungutan Suara) ke KPU (Komisi Pemilihan Umum), tadi disepakati berjenjang," tutur politisi Golkar itu.

Selanjutnya yang keempat, sambung Priyo, soal satu atau dua putaran untuk diberlangsungkannya Pilkada itu sendiri. Terkait persoalan ini, Priyo mengatakan menyerahkan kepada Komisi II untuk mengkaji lebih dalam.

"Nanti dipersilakan kepada Pak Arief Wibowo untuk mengkaji hal itu," tutur Priyo.

Kelima, tambah Priyo, adanya permintaan khusus Partai Demokrat tentang syarat pilkada langsung. Namun, tidak mencapai mufakat sehingga harus dibawa ke dalam rapat paripurna malam ini. "Opsi yang ditawarkan Demokrat ini tidak bisa mencapai mufakat," ucap Priyo.

Akhirnya, sambung Priyo, hanya akan ada dua opsi yang tersedia dan bisa diambil dalam keputusan RUU Pilkada ini. "Bisa mufakat atau voting. Pilihannya cuma dua, langsung, atau lewat DPRD," ujar Priyo.

Belum selesai Priyo melanjutkan proses rapat kali ini, hujan interupsi turun di rapat paripurna. Padahal seharusnya Priyo akan memberikan kesempatan kepada Partai Demokrat memaparkan pandangannya. Namun anggota DPR lainnya meminta penjelasan Priyo. (Ans)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya