Pro Pilkada oleh DPRD, PAN dan PKS Dinilai Kubur Ruh Reformasi

Sikap PAN dan juga PKS yang tiba-tiba menolak pilkada langsung dinilai sebagai cerminan semangat reformasi keduanya telah gugur.

oleh Oscar Ferri diperbarui 26 Sep 2014, 23:04 WIB
Ilustrasi RUU Pilkada

Liputan6.com, Jakarta - Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah 2 partai yang memberikan suaranya agar Pilkada melalui DPRD. Suara kedua partai itu diberikan melalui voting dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) menjadi UU Pilkada.

Sikap PAN dan juga PKS yang tiba-tiba menolak pilkada langsung dinilai sebagai cerminan semangat reformasi keduanya telah gugur. Padahal semangat pendirian kedua partai itu pada 1998 adalah antitesis terhadap Parta Golkar ketika berkuasa selama 32 tahun.

"Hakekat reformasi yang diperjuangkan dahulu 'dikubur' oleh ambisi jangka pendek," ujar Direktur Eksekutif Pusaka Trisakti Fahmi Habsyi di Jakarta, Jumat (26/9/2014).

Fahmi mengatakan, dirinya teringat ketika Amien Rais berpidato dalam deklarasi Majelis Amanat Rakyat (MARA) sebagai embrio PAN. Saat itu Amien begitu mengebu-gebu mendukung pilkada dan pilpres secara langsung.

Kata Fahmi, Amien Rais menyatakan bahwa MARA akan memperjuangkan agenda reformasi. Karena itu, Fahmy menilai, PAN dan juga PKS akan lebih baik melebur ke Partai Golkar.

"Ini saat yang tepat buat PAN dan PKS membubarkan diri untuk bergabung dengan Golkar," ujar Fahmy.

Sidang Paripurna RUU Pilkada berujung voting untuk menentukan apakah pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung atau kembali ke DPRD. Dalam voting itu menghasilkan jarak suara yang sangat jauh, yaitu 135 suara untuk yang memilih pilkada langsung dan 226 suara untuk yang memilih pilkada melalui DPRD dari 361 anggota DPR yang bertahan hingga dini hari mengikuti rapat paripurna.

Suara yang menginginkan pemilihan kepala daerah langsung oleh rakyat disumbangkan oleh Partai Golkar dengan 11 suara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 88 suara, Partai Kebangkitan Bangsa 20 suara, Partai Hanura 10 suara, dan Partai Demokrat 6 suara.

Sedangkan suara yang menginginkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD disumbangkan oleh Partai Golkar 73 suara, Partai Keadilan Sejahtera 55 suara, Partai Amanat Nasional 44 suara, Partai Persatuan Pembangunan 32 suara, dan Partai Gerindra 22 suara.‎ Sementara itu Partai Demokrat memilih bersikap netral dan melakukan walk out.

Padahal, dengan jumlah anggota 148 di DPR yang bisa memberikan suaranya, Partai Demokrat dianggap kunci dalam pengesahan RUU Pilkada menjadi UU Pilkada itu. Namun, hanya 6 anggota saja yang bertahan di paripurna dan memberi suaranya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya