Liputan6.com, Kuala Lumpur -
Sebagai produsen minyak sawit pertama dan kedua di dunia, masing-masing Indonesia dan Malaysia terus meningkatkan daya saingnya di pasar global. Menyusul aksi Malaysia memangkas pajak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke level nol selama dua bulan, Indonesia juga dikatakan akan mengambil langkah serupa.
Advertisement
Mengutip laman Borneo Post, Sabtu (27/9/2014),Indonesia dilaporkan akan memangkas pajak ekspor minyak sawitnya pada Oktober. Para analis yakin, langkah pemerintah Indonesia tersebut akan melukai industri minyak sawit malaysia.
Meski begitu, lembaga riset Malaysia, AmResearch mengungkapkan, Malaysia tetap akan mendapatkan untung dari kebijakan yang telah lebih dulu diterapkannya itu. Pasalnya, ekspor minyak sawit Malaysia telah meningkat selama 20 hari setelah aturan bebas bea ekspor diberlakukan.
"Dua pengamat kargo Malaysia melaporkan, ekspor minyak sawit Malaysia meningkat 21,2 dan persen dan 26 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada Agustus. Menurut SGS, pengiriman ke China melonjak 121,7 persen sementara India mengimpor 25,8 persen lebih banyak minyak sawit," seperti tertulis dalam laporan AmResearch.
Lembaga riset itu juga mengungkapkan kemungkinan Indonesia untuk memangkas pajak ekspor CPO ke level nol bulan depan. Langkah itu dipandang dapat berdampak negatif pada pemain Malaysia di bidang yang sama.
"Kebijakan bebas bea pajak Indonesia dapat mengurangi daya saing pengolah sawit Malaysia. Pajak nol persen Indonesia dapat meningkatkan daya saing negara tersebut dan membuat Malaysia tergelincir," ungkapnya.
Menurut lelang PT Astra Agro Lestari baru-baru ini, AmResearch menambahkan, saat ini perbedaan harga CPO Malaysia dan Indonesia sekitar 73 ringgit per ton. Di Malaysia, bebas bea pajak dapat dilakukan jika harga CPO jatuh ke level 2.250 ringgit/ton.
Sejauh ini, para peneliti juga melihat adanya kemungkinan pemerintah Indonesia memangkas bea ekspor untuk sejumlah produk olahan lainnya. Tak heran jika kapasitas penyulingan minyak di Indonesia diprediksi naik hingga 45 juta ton tahun ini.(Dis/Nrm)