Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyetujui penempatan 100 anjungan tunai mandiri (ATM) Bank DKI meski sempat ada revisi. Ketua Tim Lelang Pengadaan 100 ATM Bank DKI Budi Mulio mengakui telah melaporkan dua kali hasil evaluasi tim perencanaan internal Bank DKI kepada BI sebagai otoritas perbankan di Indonesia.
"Kami laporkan ke Bank Indonesia pada surat pertama. Kami revisi lokasi-lokasi tersebut. Kami laporkan lagi ke BI, dan sudah disetujui sebelum pelelangan," ujar saksi Budi, dalam sidang kasus dugaan korupsi 100 ATM Bank DKI dengan tersangka Henry JM di Pengadilan Tipikor, Jumat malam, seperti ditulis Minggu (28/9/2014).
Advertisement
Dalam kesaksiannya, Budi menjelaskan, jika Bank DKI gagal melaksanakan rencana pengembangan layanan ATM yang telah disetujui oleh BI maka konsekuensinya Bank DKI akan mendapatkan sanksi berat dari BI.
"Jika rencana bisnis pengembangan layanan baik ATM maupun cabang itu sudah disetujui oleh pihak Bank Indonesia. Tapi pengembangan bisnis tersebut gagal dilakukan maka risikonya bank DKI dapat diberikan sanksi operasional oleh BI dan menurunkan reputasi perbankannya sekaligus meningkatkan risiko bank secara umum," tutur Budi.
Mengenai tersendatnya pembayaran yang dilakukan oleh bank DKI kepada PT KSP, Budi mengaku tidak mengetahui alasan Direksi Bank DKI yang memutuskan untuk tidak melanjutkan pembayaran.
"Tugas saya hanya melakukan pembayaran, kalau sampai ke meja saya ya saya bayar kalau tidak, saya tidak tahu kenapa dan alasan apa dan memang pembayaran terakhir baru dilakukan pada bulan Mei untuk pembayaran bulan februari 2011," Jelasnya.
Budi juga menambahkan yang pasti jumlah ATM Bank DKI pada saat itu ada sekitar lebih dari 500 ATM. "Akan tetapi saat ini setelah lebih dari 4 tahun hanya berkisar tidak lebih dari 300 ATM saja, tambahnya.
Akibat keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh Bank DKI tersebut menyebabkan pembayaran terhadap vendor-vendor yang dilakukan oleh PT KSP pun mengalami keterlambatan, salah satunya mitra PT. ISO. Hal inilah yang membuat Komisari Utama PT ISO pun menanyakan langsung mengenai hal itu kepada pihak Bank DKI.
Dirut PT ISO, Lily Suliandari mengakui, adanya pertemuan antara komisaris PT ISO Rudi Ramly ( Eks Dirut Bank Bali ) telah melakukan pertemuan dengan Direktur Operasional Bank DKI Ilhamsjah Junus untuk menanyakan perihal keterlambatan pembayaran bank DKI kepada PT ISO.
"Kami diinformasikan pembayaran terjadi keterlambatan ke PT ISO karena sudah beberapa bulan pembayaran PT Bank DKI juga tersendat, untuk itu kami meminta waktu pertemuan antara Pak Rudy Ramli dan direktur operasional pak Ilham untuk mengonfirmasi situasi tersebut dan ternyata memang begitu adanya setelah itu kami bersedia menunggu,"kata Lily.
Dalam kesaksiannya Lily Suliandari pun menyatakan yang menjadi dasar acuan kerja sama antara perusahaan tempatnya berkerja dengan PT KSP bukan lagi berdasarkan kepada surat perintah kerja melainkan nota kesepakatan kedua belah pihak.
"Kerjasama dengan PT KSP dasar awalnya adalah SPK tapi terus kami lakukan revisi sesuai hak dan tanggung jawab masing-masing pihak yang dituangkan dalam Nota Kesepakatan pada bulan February 2010,"kata Lily.
Lily pun menegaskan, dalam Nota kesepakatan tersebut beberapa hal diantaranya mesin ATM, jaminan SLA 97 persen serta pembayaran denda dan pekerjaan monitoring yang menjadi pekerjaan utama PT KSP ke PT Bank DKI tidak masuk di dalamnya. Pembayaran pun berbeda dengan PT Bank DKI ke KSP di akhir bulan, PT ISO menerima pembayaran di setiap awal bulan sebelumnya.