Ini Fenomena Misterius yang Bikin Heli AS Jatuh di Afghanistan

Pada 4 Maret 2002 dini hari helikopter AS tak bisa menerima pesan penting. Akibatnya, kendaraan tempur itu ditembak jatuh oleh Al Qaeda.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 29 Sep 2014, 12:07 WIB
Plasma bubble (NASA)

Liputan6.com, Maryland - Pada 4 Maret 2002 dini hari, 12 tahun lalu, misi penyelamatan Amerika Serikat di Afghanistan berakhir tragis. Kala itu, perwira militer di pangkalan Bagram, berusaha mengirimkan pesan radio penting ke sebuah helikopter MH-47 Chinook yang sedang menuju puncak pegunungan bersalju Takur Ghar.

Isinya: memerintahkan kru helikopter untuk menjauh dari area kekuasaan pasukan Al Qaeda yang bermarkas di gunung.

Namun, helikopter tersebut tak pernah menerima pesan itu. Sesaat setelah fajar menyingsing, kendaraan tempur itu ditembak jatuh. Tujuh personel tewas. Saat itu tak diketahui, mengapa pesan penting itu tak sampai.

Kini, para ilmuwan menemukan mengapa pesan krusial itu tak pernah diterima. Lalu terkuak bahwa penyebabnya bukan faktor kesengajaan, kerusakan instrumen, atau kesalahan manusia. Tak ada kaitannya pula dengan mistis. Alam lah yang jadi penentu.

Ilmuan menduga, 'gelembung plasma' (plasma bubble) raksasa sepanjang 100 kilometer yang terbentuk dari awan partikel bermuatan listrik bertanggung jawab atas putusnya komunikasi saat itu.

Michael Kelly, peneliti dari Johns Hopkins University Applied Physics Lab (APL), di Laurel, Maryland dan timnya mencoba menguak misteri tersebut setelah membaca laporan seorang jurnalis terkait Pertempuran Takur Ghar. Ia juga memeriksa data dari dari misi satelit Badan Antarika Amerika Serikat (NASA) yang dinamakan TIMED -- yang diluncurkan pada 2001 untuk mempelajari komposisi atmosfer bagian atas.

Kelly menduga, kegagalan komunikasi radio tersebut disebabkan efek cuaca angkasa -- yang baru sedikit diketahui -- yang disebabkan gelembung plasma misterius.

Foto dok. Liputan6.com


Selama siang hari di atmosfer bagian atas (upper atmosphere), radiasi yang terpancar dari Matahari merobek elektron dari atom-atom yang ada di sana. Namun, setelah Sang Surya tenggelam, elektron kembali bergabung dengan atom.

Proses penggabungan kembali terjadi lebih cepat di atmosfer yang lebih rendah (lower atmosphere) karena ada sejumlah partikel yang lebih berat di sana. Dan, elektron bergabung kembali lebih cepat dengan molekul daripada dengan atom tunggal. Karena plasma di bagian atmosfer tersebut kurang padat, ia akan naik ke plasma yang lebih padat di lokasi yang lebih atas. Itu menyebabkan gelembung raksasa partikel bermuatan terbentuk, mirip dengan cara gelembung udara naik dari penyelam di dasar laut.

Gelembung besar partikel bermuatan tidak terlihat, namun ia bisa membelokkan dan mengganggu gelombang radio. Pada peristiwa tahun 2002 itu, helikopter Chinook terbang di atas Afghanistan pada musim semi, di saat aktivitas gelembung plasma sedang tinggi. Demikian ujar Kelly.

Kebetulan yang lain, "pesawat TIMED sedang terbang di atas medan pertempuran saat itu," kata Kelly, seperti dikutip Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Senin (29/9/2014).

Joseph Comberiate, yang juga penulis studi sekaligus fisikawan di APL, mengembangkan metode untuk mengonversi gambar-gambar 2 dimensi dari satelit NASA ke model 3 dimensi gelembung plasma. Model menunjukkan bahwa pada 4 Maret 2002, di hari Pertempuran Takur Ghar terjadi, gelembung plasma menjulang di atas helikopter nahas.

Gelembung saja mungkin tak cukup kuat jadi penyebab tunggal kegagalan komunikasi radio, demikian menurut model penelitian. Faktor lain adalah kontur pegunungan yang mungkin sudah membuat sinyal radio melemah, gelembung plasma memperparah kondisi itu, bikin radio mati.

Di masa depan, para peneliti berharap bisa menggunakan model baru untuk memprediksi formasi dan pergerakan gelembung plasma.

Model yang menggunakan data satelit untuk menemukan gelembung, juga menggunakan model angin dan atmosfer untuk memperkirakan ke mana ia menuju.

Kini para ilmuwan sedang menelaah apakah militer Amerika Serikat mungkin dapat menggunakan alat ini untuk memprediksi kapan dan di mana komunikasi radio bisa hilang. (Tnt)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya