Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan PDIP terkait Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). PDIP sebagai pemohon berniat melaporkan hakim MK ke Dewan Etik Hakim MK, karena dinilai banyak hal yang dilanggar dalam memutuskan perkara ini.
"Setelah ini kami lakukan rapat, ada hukum acara yang dilanggar kami lagi mempertimbangkan hakim konstitusi yang di luar dissenting (dissenting opinion atau pendapat berbeda) ini ke Komite Etik Mahkamah supaya diperiksa. Kenapa kami tidak diakomodir?" kata Ketua DPP Bidang Hukum PDIP Trimedya Panjaitan usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (29/9/2014).
Trimedya mengaku kecewa dengan keputusan hakim MK yang menolak seluruh gugatan UU MD3. Seharusnya, hakim MK dapat memberikan keputusan sela terlebih dahulu untuk memberi kesempatan kepada pemohon menghadirkan ahli dan berbagai alat bukti.
Advertisement
"Seharusnya hakim mahkamah mendengarkan dulu ahli kami. Tidak perlu terburu-buru memberikan keputusan. Seharusnya putusan sela dulu, baru hakim mendengarkan ahli kami dan alat bukti kami yang kami ajukan," ujar Trimedya.
Politisi PDIP itu mengatakan, dalam UU MK disebutkan, MK memutus sebuah uji materi harus dilakukan secara komprehensif. Semua keterangan dari saksi ahli harus didengarkan.
"Jadi kami melihat ada hukum acara yang dilanggar mahkamah. Dan dalam posisi ini kami melihat ada kepentingan yang menginginkan ini harus segera diputus," tutup Trimedya.
Dalam putusan MK terkait gugatan UU MD3 yang diajukan PDIP, 2 hakim MK memiliki dissenting opinion. Kedua hakim itu adalah Maria Farida Indarti dan Arif Hidayat. Gugatan UU MD3 tersebut terkait mekanisme pemilihan pimpinan DPR RI. (Ans)