Liputan6.com, Jakarta - Panas terik luar biasa dikeluhkan warga Ibukota belakangan ini. Bahkan hingga tembus 37 derajat Celsius. Sementara, bencana kekeringan juga melanda belahan lain Tanah Air. Tanaman padi mati, sungai-sungai mengering, hutan terbakar.
Ekstremkah kemarau kali ini?
Dari pengamatan di atas langit Jakarta, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan, kemarau kali ini masih normal.
"Dari hasil pengamatan dan analisis data penginderaan jauh dan data keantariksaan lainnya dapat kondisi musim kemarau pada tahun 2014 tidak perlu dikhawatirkan," tulis Satgas Bencana Lapan dalam situs resminya, Lapan.go.id, yang Liputan6.com kutip, Kamis (10/10/2014).
Lalu mengapa panas yang sangat ini bisa terjadi?
Lembaga antariksa ini menyebut, suhu permukaan air laut yang cenderung dinginlah penyebabnya. Berdasarkan data dari Satelit Terra/Aqua, suhu permukaan air Laut Jawa, perairan selatan Pulau Jawa, dan timur Indonesia suhunya terbilang rendah, yakni sekitar (25-28 derajat Celsius).
Suhu dingin permukaan air laut ini berimbas pada berkurangnya pembentukan awan. Sehingga curah hujan pun berkurang. Daerah yang potensi curah hujannya berkurang, yakni Pulau Jawa, Pulau Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua bagian selatan, Bali, dan Nusa Tenggara.
"Secara lokal dalam lingkup nasional, kondisi curah hujan di wilayah Indonesia lebih dipengaruhi oleh kondisi suhu permukaan laut di perairan Indonesia," terang dia.
Advertisement
Hal ini berdampak pada menurunnya tingkat kehijauan vegetasi. Namun sebaliknya, menurunnya curah hujan ini meningkatkan titik panas (hotspot). Kondisi inilah yang memicu mudahnya terjadi kebakaran hutan atau lahan.
"Berdasarkan hasil prediksi curah hujan dari data outgoing long wave radiation (OLR) menunjukkan, curah hujan di wilayah Indonesia pada September 2014 berada sedikit di bawah normal, dengan perbedaan sekitar 0-10 mm," papar dia.
Namun jumlah itu tidak berpengaruh signifikan terhadap curah hujan normal pada musim kemarau.
Curah hujan di bawah normal ini diprediksikan tidak akan berlangsung lama. Karena pada Oktober 2014 curah hujan akan berlangsung normal lagi.
Selain itu, berkurangnya curah hujan yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan ini juga dinilai merupakan efek Siklon Kalmaegi dan Siklon Fung Wong yang terjadi pada pertengahan hingga akhir September 2014. (Ans)