Liputan6.com, Jakarta Mendampingi atlet selama lebih dari 25 tahun di kejuaraan dunia badminton, membuat pemijat atlet, Sugiat merasa betul-betul dekat dengan mereka. Tak jarang, masalah sekecil apapun juga diceritakan oleh para atlet Indonesia ketika berada di luar negeri.
Yang menarik, Sugiat membocorkan ada perbedaan yang begitu signifikan dari sikap atlet dulu dan sekarang ketika kalah bertanding yang membuatnya sedikit kecewa.
"Atlet dulu itu, kalau kalah dia begitu sedih, terpuruk, kecewa, menyesal. Bahkan teman satu timnya itu bisa segan untuk menyapanya. Sebab menjadi atlet itu merupakan kebanggan dan orang pilihan. Bahkan untuk mendapatkan kaos bertuliskan Indonesia saja bisa membuat mereka menangis terharu. Karena tidak sembarangan orang bisa pakai. Tapi sekarang kaos kayak begitu banyak dipake tukang somay, bubur dan ojek. Jadi nggak ada bangganya," kata Sugiat saat ditemui di tempat terapinya, Sport Massage-Giat Kurnia di kawasan Sunter, Jakarta, Jumat (3/10/2014).
Sugiat melanjutkan, juara dunia pebulu tangkis tahun 70-80an seperti Christian Hadinata dan Imelda Wiguna misalnya mereka boleh bangga ketika mendapat hadiah dari juara dunia ganda campuran badminton, hanya mesin jahit. Tidak sebanding dengan perjuangan mereka memang, tapi bukan itu yang mereka masalahkan melainkan kecintaan terhadap Tanah Air yang membuat mesin jahit begitu berharga dimata mereka.
"Mereka itu pasangan ganda campuran yang lucu. Ketika itu mereka menjuarai bulu tangkis dan hadiahnya mesin jahit. Saking bangganya, sehabis mandi mereka buru-buru mencoba mesin jahit. Bagi mereka bisa membawa nama Indonesia di mata dunia itu begitu membanggakan dan patut diperjuangkan sehingga semua tim itu sehati dan profesional. Mereka menjaga hidupnya dengan baik, istirahat yang cukup sehingga performanya bagus," ungkapnya.
Sayangnya, kedekatan dan kelucuan ini menurut Sugiat tidak ia dapatkan dari generasi muda Indonesia. Pertama, atlet terlalu diimingi hadiah terlalu besar sebelum bertanding. Kedua, para atlet seringkali pada akhirnya terbebani ketika bertanding sehingga sering kalah justru pada saat final.
"Atlet sekarang belum apa-apa sudah diimingi hadiah besar, gadjet dan fasilitas mewah sebelum bertanding. Boleh saja atlet dapat itu, tapi harus diimbangi motivasi yang benar. Dan kalau mereka kalah, mereka tidak begitu menyesal. Seringkali malah dengan santainya mentraktir teman satu tim karena kalah taruhan. Saya pernah mendampingi atlet ketika kejuaraan melawan Polandia. Dia kalah dan dengan wajah tidak beban dia bilang kalah ke teman dan keluarganya setelah itu tertawa dan berkumpul lagi dengan temannya," ujarnya.
Beda Atlet Dulu dan Sekarang Kalau Kalah Bertanding
Masalah sekecil apapun diceritakan oleh para atlet Indonesia ketika berada di luar negeri.
diperbarui 03 Okt 2014, 15:30 WIBMasalah sekecil apapun diceritakan oleh para atlet Indonesia ketika berada di luar negeri.
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Link Live Streaming Liga Champions Bayern Munchen vs PSG, Sebentar Lagi Tayang di SCTV dan Vidio
Jadwal Sholat DKI Jakarta, Jawa dan Seluruh Indonesia Hari Ini Rabu 27 November 2024
Gugatan Praperadilan Ditolak, Kejagung Lanjutkan Penyidikan Tom Lembong
Aksi 4 Polisi Jalan Kaki 3 Hari Demi Kawal Distribusi Logistik Pilkada di Banggai Terpencil
Menyambut Kematian dengan Gembira Tanpa Takut, Gus Baha Kisahkan Para Ulama
Ungkap Persoalan Zonasi PPDB, Mendikdasmen: Semoga 2024-2025 Bisa Terapkan Sistem Baru
Fakta Unik Juhu Singkah, Kuliner Kalimantan Terbuat dari Rotan
Kisah Delle Lumba-Lumba Laut Baltik yang Hobi Berbicara Sendiri
Bolehkah Terima Amplop Serangan Fajar Pilkada 2024? Buya Yahya Menjawab
Link Live Streaming Liga Champions, Rabu 27 November 2024 di Vidio: Barcelona vs Brest, Sparta Praha vs Atletico Madrid
Menjaga Kedamaian Pilkada 2024, Bukan Hanya soal Amankan Daerah yang Rawan
Link Live Streaming Liga Champions di Vidio, Rabu 27 November 2024: Sporting CP vs Arsenal, Manchester City vs Feyenoord