Liputan6.com, Jakarta - Politisi PAN Saleh Partaonan Daulay menuturkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY memiliki hak konstitusional untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu), termasuk mengeluarkan Perppu Pilkada Langsung. Hak tersebut, harus dihormati dan dihargai.
Kendati demikian, Perppu tak serta-merta langsung disetujui DPR. Menurut Saleh, seperti Presiden, DPR juga memiliki hak konstitusional untuk menerima atau menolak Perppu itu.
"Presiden tentu memiliki argumen-argumen kuat untuk mengeluarkan Perppu. Argumen-argumen itulah yang akan dikaji dan dibahas oleh masing-masing fraksi di DPR. Hasil kajian itu selanjutnya akan dijadikan referensi untuk memberikan penilaian objektif terkait Perppu tersebut," kata Saleh saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/10/2014).
Terkait hak konstitusional DPR, dalam hal ini kata Saleh, ada 2 hal yang mungkin akan disoroti. Pertama, apakah ada ikhwal yang memaksa sehingga Perppu itu harus dikeluarkan. Kedua, apakah muatan Perppu itu dinilai lebih baik dari RUU Pilkada yang telah disahkan oleh DPR.
"Perppu yang sudah dikeluarkan bisa lolos atau bisa juga ditolak. Konstitusi memberikan kesempatan bagi DPR untuk menerima atau menolak. Dalam hal ini, perlu ada komunikasi lintas fraksi dan juga komunikasi antara pemerintah dan DPR secara kelembagaan," tutur dia.
Ketua DPP PAN itu juga mengatakan, kalau pemerintah mau meloloskan Perppu tersebut, maka pemerintah setidaknya perlu mendekati fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), juga fraksi-fraksi yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Ini perlu, mengingat situasi politik yang sangat dinamis di parlemen belakangan ini.
"Kalau pendekatan yang dilakukan baik, bisa saja Perppu itu diloloskan. Jika pendekatannya buruk, Perppu itu bisa saja ditolak. Kedua kemungkinan itu masih sama-sama terbuka," tandas Saleh.
Presiden SBY mengeluarkan 2 Perppu Kamis 2 Oktober 2014 malam. Menurut SBY, penerbitan Perppu itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 138 /PUU-VII/2009.
SBY menjelaskan, putusan MK itu mengisyaratkan akan kegentingan yang memaksa adanya Perppu. Yaitu jika kebutuhan hukum yang mendesak, terjadi kekosongan hukum, dan terjadinya ketidakpastian hukum. (Sss)
Energi & Tambang