Golkar Belum Segera Sikapi Perppu Pilkada

Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Ade Komarudin mengatakan, setelah menerima draft Perppu Pilkada dan Pemda, pihaknya segera mempelajari.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 03 Okt 2014, 15:50 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Golkar belum memiliki sikap apakah akan menerima atau menolak Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada. Mereka akan mempelajari terlebih dahulu Perppu yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu.

"Fraksi Golkar menunggu draft-nya disampaikan pada kita. Nanti kita pelajari dulu," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Ade Komarudin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2014).

Setelah menerima draft Perppu Pilkada dan Pemerintah Daerah, sambung Ade, pihaknya akan segera mempelajari. Setelah mempelajari, baru partainya akan menentukan sikap.

"Makanya kita lihat dulu isinya apa, barang itu isinya apa. Dan materinya itu apa? Saya belum bisa menyimpulkan apa pun kalau saya belum bisa lihat draft-nya," tandas Ketua DPP Partai Golkar itu.

Pada 26 September 2014, DPR mengesahkan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yakni UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur Pilkada secara tidak langsung oleh DPRD.

Aturan yang disokong Koalisi Merah Putih atau kubu Prabowo Subianto itu menghapus pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Partai Demokrat yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu meninggalkan rapat paripurna sebelum voting pengesahan RUU Pilkada. Akibatnya, kubu Prabowo menang.

Kamis 2 Oktober 2014 malam, Presiden SBY menerbitkan 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pemilihan (Perppu), yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemilihan Kepala Daerah, SBY mengganti mekanisme pemilihan dari tidak langsung menjadi langsung.

Sementara Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Pemerintah Daerah, SBY menghilangkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memilih gubernur, bupati, dan wali kota. Kedua undang-undang yang baru disahkan DPR itu tak mengakomodasi keinginan publik. (Yus)




Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya