Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengaku heran kenapa partainya menjadi sasaran empuk terkait polemik Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Padahal, pilkada secara langsung produk saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Umum Partai Demokrat.
"Waktu (SBY) di Washington inilah yang ramai masalah UU Pilkada, kami tegas UU Pilkada (pilkada melalui DPRD) itu di era Bu Mega, tapi yang menyelamatkan itu di era Pak SBY yaitu secara langsug. Aku nggak ngerti, kan ini dibalik-balik ceritanya," kata Ruhut dalam diskusi 'Mendadak Perppu' di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (4/10/2014).
Ruhut mengatakan, saat SBY mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada adalah hal yang wajar. Sebab, produk pilkada langsung terjadi saat era SBY menjadi presiden.
Dia juga menyesalkan sikap Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang tak ingin ada 10 perbaikan dalam pilkada langsung.
"Kami ingin ada opsi kok masih disalahkan, KIH itu pengennya 2 opsi. Coba (KIH) gabunglah ke kami, karena kan KMP itu kuat (di DPR). Pilkada secara langsung ini suara rakyat, suara Tuhan, langsung ini dengan 10 syarat perbaikan dan di lapangan all out perjuangan masukan 10 itu, tapi nggak diterima, maunya 2 opsi saja," tandas Ruhut.
Dalam pengesahan RUU Pilkada menjadi undang-undang di DPR pada Jumat 26 September 2014, Partai Demokrat melakukan aksi walk out. Mereka menganggap usulan 10 perbaikan dalam penyelenggaraan pilkada langsung tidak diakomodir. Akibatnya, kepala daerah kembali dipilih melalui DPRD.
Kecaman pilkada dikembalikan ke DPR lalu ditujukan kepada SBY. Ketua Umum Partai Demokrat itu lalu menyatakan atas hasil UU Pilkada dan akhirnya mengeluarkan perppu mengenai pilkada langsung. (Ado)
Energi & Tambang