Jimly Ingatkan DPR Periode 2014-2019 Tak Buru-buru Voting

Jimly memandang, UU Pilkada adalah korban dari anggota DPR yang suka mengandalkan voting dalam mengambil keputusan.

oleh Liputan6 diperbarui 04 Okt 2014, 14:51 WIB
(Foto: Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengingatkan anggota DPR RI periode 2014-2019 tidak terburu-buru memberlakukan sistem voting atau pengambilan suara terbanyak dalam memutuskan sesuatu di paripurna.

"Prinsip yang harus dikedepankan oleh DPR atau DPD haruslah berfilosofi musyawarah, jangan langsung terburu-buru voting," ujarnya di Jakarta, Sabtu (4/10/2014).

Ia mencontohkan, sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menjadi Undang-Undang pada 26 September 2014. Guru besar hukum tata negara tersebut mengatakan, sebetulnya pengesahan UU tersebut bisa diselesaikan dengan cara musyawarah mufakat sehingga pengambilan keputusan bisa lebih tenang.

"Kalau situasi dan keadaannya tenang maka belum tentu pengusung ide pilkada langsung semuanya sependapat, begitu juga sebaliknya," kata Jimly.

Jimly menilai, pengesahan UU yang memunculkan berbagai pro kontra tersebut, tidak dalam waktu yang tepat. Sebab, telah terjadi pengelompokan pascapilpres, yakni kelompok yang belum bisa melupakan hasil, baik pihak kalah maupun euforia pemenang.

"Selain itu ada juga kepentingan jangka pendek yaitu perebutan posisi Ketua DPR serta kepentingan jangka agak panjang seperti perebutan posisi kepala daerah," ucap dia.

Jimly memandang, UU Pilkada adalah korban dari anggota DPR yang suka mengandalkan voting dalam mengambil keputusan dan merupakan nafsu antara 2 kelompok yang  berbeda pendapat.

Sementara itu, menanggapi langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Pilkada langsung, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu menilai akan muncul kontroversi.

"Perppu selalu terkesan kontroversi. Tapi, Presiden tentu sudah memperhitungkannya. Jika memang SBY melakukannya, berarti beliau siap mengakhiri masa jabatan dengan kontroversi baru. Tapi, ya tidak apa-apa," katanya.

Jimly berpendapat agar Presiden SBY lebih baik tidak menandatangani UU Pilkada karena itu cukup memberikan sinyal ke publik bahwa pihaknya tidak setuju. (Ant/Ado)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya