Merayakan Perbedaan Idul Adha

Perayaan Idul Adha 1435 H/ 2014 M mengalami perbedaan antara pemerintah dengan Muhammadiyah. Apa landasan masing-masing?

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 15 Jun 2023, 14:08 WIB
Ribuan jamaah melaksanakan salat Idul Adha di Masjid Raya Al Azhar, Jakarta, Sabtu (4/10/14). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha 1434 H kembali mengalami perbedaan. Muhammadiyah menentukan Idul Adha jatuh pada Sabtu 4 Oktober 2014 kemarin, sedangkan Pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari ini, Minggu 5 Oktober 2014.Masing-masing keputusan itu memiliki landasan yang dianggapnya kuat. Namun begitu, perbedaan tersebut tentu menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat. Banyak onliner yang menanyakan dengan hashtag atau tagar #Lebaran Haji Kapan Kak?Karena banyaknya ciapan para tweelpe itu, pertanyaan itu kemudian menjadi trending topic di Twitter. Dati pantauan tweetreach, ciapan tweeple tersebut dalam 50 posting-an terakhir telah mencapai 13.350 akun Twitter yang terjangkau. Lantas apa argumen masing-masing dalam menetapkan Hari Raya Idul Adha?Muhammadiyah, melalui siaran persnya Rabu 24 September 2014 menyatakan dasar ketetapan Idul Adha jatuh pada Sabtu 4 Oktober 2014. Menurut Muhammadiyah, hal ini sesuai data dan kesimpulan hasil 'hisab hakiki'.

Hisab hakiki ialah metode yang berpatokan pada gerak benda langit, khususnya matahari dan bulan sebenarnya. Dalam siaran pers yang ditandatangani Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar itu, tercatat tiga kriteria wujudul-hilal sudah terpenuhi.Ketiganya ialah harus sudah terjadi ijtimak (konjungsi) antara bulan dan matahari, Ijtimak terjadi sebelum terbenam matahari dan ketika matahari terbenam, dan bulan belum terbenam atau bulan masih berada di atas ufuk.Dengan terpenuhinya ketiga kriteria itu, ditetapkan 1 Zulhijah 1435 H dimulai pada saat terbenam matahari, Rabu 24 September 2014, dan konversinya dengan kalender Masehi ditetapkan pada keesokan harinya, Kamis 25 September 2014.Dengan penetapan itu, maka wukuf di Arafah akan terjadi pada Jumat 3 Oktober 2014 atau 9 Zulhijah. Bila demikian, hari setelahnya yakni Sabtu 4 Oktober sudah memasuki Idul Adha."Warga Muhammadiyah diimbau melakukan salat Idul Adha pada tanggal tersebut," ucap Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas, seperti dikutip muhammadiyah.go.id, Sabtu (4/10/2014).Masyarakat yang yakin keputusan ini pun berbondong-bondong menuju lokasi salat Idul Adha. Ribuan orang memadati tempat salat. Seperti Masjid Ar-Rahman di Jalan Balai Pustaka Barat, Rawamangun, Jakarta Timur. Ketua Dewan Kepengurusan Masjid Ar-Rahman Bambang Husni mengklaim ada sekitar 3.000 anggota jemaah yang akan ikut salat Idul Adha. Jemaah yang hadir tidak hanya dari warga sekitar masjid, tapi juga dari luar daerah yang biasanya ikut dalam salat di Masjid Ar-Rahman.Sementara, masyarakat yang belum merayakan Idul Adha tetap melaksanakan puasa Arafah. Mereka mengikuti keputusan pemerintah yang menetapkan Idul Adha jatuh pada Minggu 5 Oktober 2014.Pemerintah melalui Kementerian Agama mengungkapkan alasan penetapan Idul Adha pada Minggu 5 Oktober 2014. Kemenag menyatakan kriteria wujudul hilal yang disepakati Negara MABIMS, yaitu dengan tinggi hilal 2 derajat, sudut elongasi 3 derajat, dan umur hilal sudah mencapai 8 jam. Kriteria itu belum terlihat di seluruh Indonesia. "Maka secara hisab, bulan Dzulqadah harus disempurnakan 30 hari dan 1 Zulhijah jatuh pada hari Jumat 26 September 2014, sehingga 10 Dzulhijjah 1435 H bertepatan tanggal 5 Oktober 2014," kata Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Bimas Islam Kemenag RI Muchtar Ali, seperti dikutip kemenag.go.id.Muchtar menegaskan, penetapan awal Zulhijah ini berdasarkan sidang isbat dengan memperhatikan hisab dan rukyat dari seluruh Indonesia. "Laporan tidak terlihatnya hilal di seluruh Indonesia menguatkan hasil hisab sehingga umur bulan Dzulqadah 1435 H digenapkan menjadi 30 hari dan 10 Zulhijah bertepatan dengan tanggal 5 Oktober 2014," jelas Muchtar.Wukuf Rujukan?Pemerintah Arab Saudi mengumumkan bahwa wukuf di Arafah jatuh pada Jumat 3 Oktober 2014. Mahkamah Ulya Saudi menetapkan hal itu berdasarkan laporan terlihatnya hilal di Arab Saudi bahwa 1 Zulhijah bertepatan dengan 25 September 2014 sehingga Idul Adha (10 Zulhijah) jatuh pada 4 Oktober 2014.Namun menurut Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Ali Mustofa Yaqub, wukuf di Arafah bukan patokan jatuhnya hari raya Idul Adha. Saat ini, banyak masyarakat beranggapan ibadah wukuf di Arafah menjadi patokan umat Islam seluruh dunia melaksanakan puasa sunah Arafah. Keesokan harinya berarti hari raya Idul Adha."Tidak seperti itu ijtihadnya," jelas Ali Mustofa Yaqub.Dia menyatakan yang menjadi patokan itu adalah awal Zulhiah. Di Arab Saudi, lanjut Ali Mustafa Yakub, awal Zulhijah jatuh lebih cepat dibandingkan di Indonesia. "Karena hilal sudah tampak melalui ru'yah," imbuh dia.Sedangkan di Indonesia hilal belum tampak. Akhirnya kita sempurnakan Dzulqadah menjadi 30 hari," papar dia seraya menambahkan, "Ingat, patokannya hilal."Senada dengan Ali Mustofa, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama (Kemenag) Mukhtar Ali mengungkapkan wukuf di Arafah tidak menjadi rujukan penetapan Idul Adha."Meski kalender Mekah atau ummul qura telah menetapkan tanggal tiga wukuf, itu tidak menjadi rujukan kita," kata Mukhtar Ali, Rabu 24 September 2014.Mukhtar menyatakan Indonesia dengan Arab Saudi berbeda matla’ dalam artian berbeda lokasi, berbeda tempat terbit dan terbenam matahari. Dengan begitu, akan berbeda pula soal ketetapan bulan qamariyahnya. Contoh sederhananya, lanjut dia, waktu salat di Sulawesi Selatan tidak bisa disamakan dengan waktu salat di Jakarta.Setahu dia, Ummul Qura di Arab Saudi juga akan diverifikasi lewat rukyat oleh mufti setempat. Mufti itu yang akan menetapkan waktu wukuf dan Idul Adha usai melakukan rukyat atau verivikasi hisab dengan melihat penampakan bulan.Sementara di Indonesia pun akan melakukan rukyat atas dasar pertanggungjawaban negara dalam memberi kejelasan penetapan Idul Adha kepada masyarakat muslim yang mayoritas."Dalam menetapkan awal Zulhijah, Indonesia dan masing-masing negara akan berpedoman kepada matla’-nya masing-masing," tukas Mukhtar.Tentunya, alasan-alasan itu berdiri di atas keilmuan para ahli yang berkompeten pada bidangnya. Untuk ini, Ketua MUI pertama Buya HAMKA pernah menyatakannya dalam menyikapi perbedaan Idul Adha yang terjadi pada 1975 lalu."Setelah Mukti Ali naik menjadi Menteri Agama, beliau telah mengambil satu kebijaksanaan. Yaitu mendirikan sebuah Panitia tetap ahli Rukyah dan Hisab. Yang duduk dalam Panitia itu ialah para ahli hisab dari sekalian golongan yang memakai hisab dan golongan yang mempertahankan rukyah. Supaya setiap tahun diadakan hisab dan rukyah dan dijadikan di antara keduanya sokong-menyokong," tulis HAMKA seperti Liputan6.com kutip dari buyahamka.org.HAMKA juga menjelaskan soal perbedaan Idul Adha antara Saudi dengan Indonesia setelah adanya pengumuman wuquf. Dalam penjelasannya, dia tetap memerintahkan umat Islam (khususnya bagi yang bukan jemaah Haji) mengikuti apa yang telah diputuskan pemerintah Indonesia."Tidaklah berdosa orang yang berhari raya Adha karena mematuhi maklumat pemerintahnya yang berdasarkan hasil penyelidikan seksama itu. Dan tidaklah mesti hasil rukyah dan hisab di Indonesia sama harinya, oleh sebab wukuf di Arafah Hari Kamis," jelas HAMKA.Meski begitu, perbedaan ini tidaklah menjadi benih pemecah belah bangsa. Karena perbedaan merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Karenanya, mari rayakan perbedaan itu dengan saling menghormati antarsesama.Selamat Hari Raya Idul Adha...

(Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya