Liputan6.com, Jakarta - Isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi menjelang pelantikan Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) terus bergulir. Tim Transisi Presiden ketujuh ini bahkan sudah gembar gembor penyesuaian harga BBM akan dilakukan sebesar Rp 3.000 per liter pada November 2014.
Rupanya bukan saja salah satu anggota tim transisi yang optimistis terhadap kebijakan tersebut. Kepala Ekonom The Royal Bank of Scotland (RBS) Asia Tenggara, Vaninder Singh percaya diri Jokowi akan mengambil kebijakan kenaikan harga dalam waktu dekat.
"Dalam jangka pendek atau tahun ini, kami percaya kenaikan harga BBM subsidi akan dilaksanakan walaupun persentansenya kecil sekira 10 persen. Padahal idealnya 20 persen," kata dia dalam pesan elektroniknya kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Selasa (7/10/2014)
Dalam jangka panjang, Singh berharap, pemerintah baru dapat kembali meningkatkan harga BBM sehingga semakin besar memperoleh ruang fiskal atau penghematan yang dapat digunakan untuk sektor-sektor lebih produktif, salah satunya infrastruktur.
"Harga BBM subsidi diharapkan akan meningkat lagi ke depan. Untuk mencapai agenda (program) Jokowi seperti menggenjot pembangunan infrastruktur," terang dia.
Ia mengimbau Jokowi konsen dengan program infrastruktur di sektor logistik dan transportasi. Hal ini dimaksudkan demi pengurangan ongkos logistik di Indonesia maupun peningkatan fasilitas angkutan umum. "Permintaan sangat besar pada layanan berbasis logistik. Jadi fokus di sana," ucap Singh.
Sebelumnya, Singh menyebut tiga prioritas utama pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla usai mengucap sumpah jabatan, antara lain efisien sistem pemerintahan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan infrastruktur.
"Pertama, perlu memperbaiki sistem pemerintahan yang sudah berjalan karena selama ini kurang efisien. Birokrasi Kementerian/Lembaga ditata ulang agar tidak tumpang tindih. Ini sesuai janji Pak Jokowi," kata dia.
Hal kedua, tambah dia, dengan mengurangi subsidi BBM. Langkah ini, sambungnya, dapat menekan beban subsidi yang menyebabkan defisit pada anggaran negara.
Selain itu, diakuinya, hal ketiga menyangkut infrastruktur. Peningkatan porsi infrastruktur akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Apalagi para pelaku ekonomi sedang mengamati prospek pertumbuhan Indonesia di bawah pemerintahan Jokowi. (Fik/Ahm)
Advertisement