Mensos: Nilai Pancasila Harus Direaktualisasi

Dibutuhkan reaktualisasi nilai pancasila sebagai kompas atau pedoman untuk menentukan sikap bangsa untuk mengatasi masalah.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Okt 2014, 20:31 WIB
Monumen Pancasila Sakti didirikan untuk mengenang keberhasilan Pancasila dalam membendung paham komunis di Indonesia, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Pada 2010, sensus Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ada 1.340 suku bangsa, 564 bahasa daerah, beragam agama, serta adat istiadat sebagai anugerah.

“Kaum muda agar menyingsingkan lengan, berpegang erat dan bersama-sama berbuat terbaik bagi bangsa dan negara, ” kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri saat memberikan kuliah umum di Universitas Muslim Indonesia (UMI), di Kota Makassar, Selasa (7/10/2014).

Dibutuhkan reaktualisasi nilai pancasila sebagai kompas atau pedoman untuk menentukan sikap bangsa untuk mengatasi masalah. Tanpa reaktualisasi, bangsa ini akan kehilangan tata nilai luhur atau noble values.

Tantangan berbangsa dan bernegara tidak hanya menghadapi permasalahan yang berakar pada karakter bangsa, melainkan proses pembangunan harus berjalan sesuai cita-cita para pendiri bangsa Indonesia.

Di masa perjuangan, peran pemuda memiliki pengaruh sangat kuat untuk pergerakan. Tergambar dalam ungkapan, “Berikan kepada aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya dan beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncang dunia”.

“Eksistensi pemuda sebagai insan akademis besar sekali pengaruhnya terhadap pembangunan. Pembangunan bisa berjalan sesuai rencana, termasuk di bidang kesejahteraan sosial jika situasi kondusif, ” ujarnya.

Bangsa yang dinamis membawa perubahan nyata di berbagai sektor kehidupan, antara lain adanya arus globalisasi. Di bidang komunikasi dan tekhnologi, penyebaran informasi secara global melalui media cetak maupun elektronik berdampak pada hilangnya batas, ruang dan waktu.

Dampak dari globalisasi itu, bisa positif maupun negatif. Misalnya, saat ini fenomena dimana westernisasi (kebarat-baratan) menjadi tren anak muda, termasuk di kalangan civitas akademis.

Perkembangan teknologi yang pesat menjadikan kekuatan berpengaruh di berbagai aspek kehidupan, termasuk rentan akan informasi dimanipulatif. Di masa kebebasan informasi, semua orang bisa berpendapat dan menyebarluaskan pendapatnya.

Era kebebasan pers yang tidak didukung kearifan lokal dan aturan tepat, menghadapkan masyarakat pada berbagai informasi yang tidak berimbang dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Perangkat elektronik mempermudah aktivitas dan komunikasi dari jarak jauh. Di sisi lain, bisa mempertajam individualisme, memperlebar jurang kesenjangan sosial serta semakin lebar yang mendorong masyarakat berperilaku konsumtif.

Berbagai aspek di atas, bisa menyumbang akan lunturnya nilai-nilai pancasila bagi generasi muda. Tata nilai sebagai acuan akan kemanakah bahtera perjalanan dibawa dan membumikan melalui pendidikan, pengasuhan orangtua serta ampanye sosial.

Keadaan kondusif sebagai keharmonisan sosial bagi kehidupan berbangsa bisa dimulai di lingkungan masyarakat, insan akademis yang ada di lingkungan kampus, RT/RW, Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional.

Perilaku harmonis, antara lain rukun, tepo saliro, akrab, saling menghormati, kesatuan dan keseimbangan, tanggung jawab, saling ketergantungan fungsional, tidak terjadi dominasi eksploitasi, pertukaran yang saling menguntungkan, saling pengertian, dan adanya kesamaan pandangan.

Kementerian Sosial (Kemenos) sebagai salah satu yang peduli dalam mengoptimalkan generasi muda untuk mendukung program yang diimplementasikan dalam keikutsertaan generasi muda sebagai relawan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial.

Para pemuda dihimpun dalam Karang Taruna, Taruna Siaga Bencana (Tagana), Pelopor Perdamaian, bahkan di Kota Makasar dideklarasikan Forum Pelopor Perdamaian Mahasiswa.

Dalam pendampingan sosial, seperti TKSK, pendamping PKH, pendamping KUBE, petugas pelayanan psikososial. Keikutsertaan generasi muda sebagai relawan diharapkan menumbuhkembangkan nilai-nilai keharmonisan sosial.

Insan akademis sebagai bagian penting untuk perwujudan proses pembentukan generasi muda yang diandalkan dan menjadi kader-kader pembangunan bangsa di masa akan datang.

Pertimbangan sinergitas akan program-program bersifat pengabdian pada masyarakat yang didesain oleh insan akademis bisa disinergikan dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial.

Pemuda berkualitas dan bermental baja yang mengisi kemerdekaan dan memperjuangkan cita-cita luhur bangsa. Pada hakikatnya, sebagai generasi penerus bangsa yang hebat dan dilahirkan dari sentuhan tangan generasi muda berwawasan kebangsaan dan cinta tanah air.

Pemimpin masa depan, adalah lahir dari generasi muda yang tidak hanya memiliki intelektualitas tinggi namun juga karakter luhur berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya