Liputan6.com, Jakarta - Anggota MPR dari PDIP Imam Suroso mengapresiasi pimpinan sidang paripurna MPR, yang menghormati demokrasi dan kedepankan musyawarah mufakat. Dengan mekanisme musyawarah mufakat, pemilihan pimpinan MPR periode 2014-2019 tidak dilakukan mekanisme voting atau pemungutan suara terbanyak.
"Saya berharap dalam sidang pemilihan pimpinan di lembaga MPR ini dilakukan dengan mekanisme musyawarah untuk mufakat. Ini sesuai dengan namanya MPR, yakni Majelis Permusyawaratan Rakyat," kata Suroso di sela-sela sidang paripurna MPR, Gedung DPR, Jakarta, Selasa (7/10/2014).
"Jadi bagaimana semua kekuatan bangsa ini bisa menyatu nantinya?" tambah dia.
Maka itu, Suroso menyarankan, sebaiknya pemilihan pimpinan MPR dilakukan dengan menunjukan bersatunya semua kekuatan politik, baik Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH) melalui mekanisme musyawarah mufakat.
"Kita kedepankan musyawarah mufakat itu, kita usulkan untuk ketua (MPR) dari DPD, lalu wakilnya kita bagi 2, yakni 2 dari pendukung KMP dan 2 dari KIH," ujar dia.
Menurut Suroso, pemilihan pimpinan MPR periode 2014-2019 kiranya patut berkaca periode 2009-2014, di mana pemilihan pempinan MPR dilakukan melalui musyawarah mufakat. "Sehingga muncul figur Pak Taufik Kiemas almarhum, tanpa pemilihan melalui voting," pungkas Imam Suroso.
Rapat paripurna pemilihan pimpinan MPR yang dimulai pukul 10.00 WIB itu, terpaksa diskors pada sore tadi. Sebab, kubu Koalisi Merah Putih ngotot agar calon yang diusung DPD tidak hanya 1 calon.
Advertisement
DPD sendiri telah mengusung Oesman Sapta Podang sebagai calon pimpinan MPR dari DPD, setelah melalui rapat paripurna yang cukup panjang pada Senin 6 Oktober kemarin. (Riz)