Liputan6.com, Brisbane - Bak petir di siang bolong, kabar kematian itu langsung mengguncang ibunda Mayang Prasetyo, Nining Sukarni. Di kediamannya di Lampung, Nining tak habis pikir bagaimana bisa putranya yang dekat di hatinya dan menjadi tulang punggung keluarga itu, hidupnya berakhir mengenaskan.
Tragisnya lagi, putranya yang mengubah diri menjadi perempuan dan bernama Mayang Prasetyo, 27 tahun, dibunuh oleh suaminya, Marcus Peter Volke. Dia kemudian memutilasi dan memasak potongan tubuh Mayang.
Kematian Mayang, yang sebelumnya bernama Febri Andriansyah, terungkap setelah tetangga mengeluh mencium bau tidak sedap sejak Kamis 2 Oktober 2014. Aroma tak mengenakkan itu disebutkan berasal dari apartemen yang ditinggali Marcus bersama pasangannya, Mayang.
Pada hari Sabtu 4 Oktober, polisi yang mendapat laporan akhirnya mendatangi apartemen Marcus yang terletak di Brisbane, Australia. Namun pria berkebangsaan Australia itu melarikan diri. Di dalam apartemen itu, polisi mendapati pemandangan mengerikan. Banyak potongan tubuh dan bercak darah. Beberapa potongan tubuh Mayang bahkan dimasak di atas kompor.
Marcus, 28 tahun, kemudian berhasil ditemukan beberapa ratus meter dari apartemennya. Tapi dalam kondisi tak bernyawa dengan luka sayatan di leher. Polisi menduga, juru masak di kapal pesiar itu bunuh diri.
Peristiwa itu kontan membuat geger warga Australia. Tak terkecuali orang-orang dekat Mayang dan Marcus. "Peristiwa pembunuhan yang mengejutkan Australia itu diketahui pada Sabtu 4 Oktober sekitar pukul 21.00 waktu setempat," ujar kepolisian setempat.
Ibunda Mayang, Nining, mengaku sangat terpukul atas kepergian anak sulungnya itu. Dia tak menyangka Marcus tega menghabisi nyawa buah hatinya itu.
Di mata Nining, Mayang adalah sosok anak baik. Sedangkan Marcus, merupakan pria kalem dan terlihat penurut. Nining mengungkapkan, Mayang terakhir kali berbicara padanya pekan lalu. Ketika itu, transgender cantik itu mencurahkan isi hatinya bahwa ia tak betah tinggal di Australia. Mayang ingin kembali ke Bali.
"Febri (Mayang) tak nyaman tinggal di Brisbane (Australia). Namun dia mencoba untuk beradaptasi di sana, seperti misalnya mulai memelihara anjing agar memiliki kesibukan yang bisa membuatnya betah di sana," ujar Nining, seperti dikutip Liputan6.com dari Daily Mail, Selasa (7/10/2014).
Untuk menenangkan anaknya, Nining menasehati agar Mayang menjaga sikap dan baik-baik di Australia. Dia juga menasehati agar Mayang tak membuat konflik. Dalam pembicaraan terakhir itu, ungkap Nining, Mayang berkata akan mengirimkan uang untuk biaya sekolah kedua adiknya.
Mayang memang dikenal baik hati dan perhatian terhadap keluarganya. "Anak sulungku yang membiayai saudara-saudaranya sekolah," ujar Nining kepada Courier Mail.
Salah satu teman Mayang yang menyampaikan belasungkawanya melalui Facebook, menyebut Mayang sebagai wanita berhati besar dan mengenangnya sebagai malaikat cantik.
Advertisement
Mantan kekasih Mayang, yang juga merasa kehilangan menyebutnya sebagai seorang pemimpin sejati dan seorang pemberani. "Aku tahu aku telah bertemu orang yang mengagumkan, dan memiliki teman baru yang tak ingin kehilangannya...," tulis pria bernama Brad Whitehouse.
Dalam posting yang sama, Brad menceritakan mimpi Mayang yang ingin sekali menjadi seorang ibu. "Mayang hidup sebagai seorang wanita dan ingin membuat langkah besar suatu hari dengan menjadi wanita seutuhnya. Mengadopsi anak dan menjadi ibu serta seorang pengusaha yang sukses," ungkap Brad.
Sifat Mayang membuat teman-teman dan keluarganya berduka. Mereka merasa sangat kehilangan sosok Mayang.
Rasa kehilangan juga dialami teman-teman Marcus. Mereka tak menduga, hidup Mayang berakhir di tangan Marcus. Padahal keduanya terlihat sebagai pasangan menikah yang amat bahagia. Tak ada tanda mereka bermasalah dalam hubungan beberapa minggu terakhir. Menurut polisi, Marcus juga tidak memiliki riwayat kriminal atau narkoba.
Pertemuan di Kapal Pesiar
Mayang dan Marcus menikah pada 2013 setelah bertemu di sebuah kapal pesiar. Keduanya kemudian pindah ke Brisbane. Keduanya tinggal di apartemen berdesain modern Ternerrife selama tiga bulan dan terlihat hidup harmonis.
Sebelum tinggal di Negeri Kanguru, Mayang lama tinggal di Bali. Dia merantau ke Pulau Bali sejak tamat dari bangku SMA pada 2005. Nining mengungkapkan, Mayang sebelumnya terlahir dan tumbuh hingga remaja sebagai laki- laki normal.
Namun di mata adik-adiknya, anak sulung dari 3 bersaudara itu sudah memiliki sifat seperti wanita sejak kecil. Selain gemar memasak dan mengurusi rumah, Febri sehari-hari justru kerap terlihat bermain dengan teman- teman wanita, bukan teman laki- laki seusianya.
Sejak di Bali, Mayang kerap ke luar negeri dan mengirim uang. Dari paspor yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Denpasar, Bali, pada Januari 2011sebelum berangkat ke Australia, namanya masih tertulis Febri Andriansyah.
Mayang dikabarkan bekerja sebagai penghibur. Menurut laman Courier Mail, dia berpenghasilan sampai 500 dolar Australia atau sekitar Rp 5,3 juta per jam. Situs News.com.au menyebut Mayang sebagai penghibur high class. Ia mendapatkan bayaran tinggi usai melayani para tamu.
Dalam sebuah iklan yang memuat gambar Mayang sebagai international escort, tertulis biaya yang dibanderol $ 200 sampai $ 500. Iklan lain yang lebih seksi yang menawarkan jasa juga sempat beredar di London.
Di akun Facebooknya, Mayang Prasetyo, Mayang menulis ia lulusan RMIT, Melbourne, dan bekerja di Le Femme Garcon, perusahaan yang menampilkan panggung kabaret dan penari erotis 'burlesque'.
Meski berpenghasilan besar dan memiliki pasangan, kepada ibundanya Mayang mengaku tak betah tinggal di negeri orang dan ingin kembali ke Bali.
Entah alasan apa yang membuat Mayang ingin kembali ke Indonesia. Padahal pasangannya Marcus dikenal sebagai pegiat anti kekerasan terhadap perempuan dan anti kekejaman hewan.
Kurang dari sebulan sebelum pembunuhan sadis itu, Marcus sempat memasang link ke akun Facebook miliknya. Link itu berisi seorang pria dipukuli sekelompok geng karena menolong sekelompok wanita. Dalam postingnnya, Marcus memuji korban dan menyebutnya 'champion mate'.
Marcus yang menuliskan tempat tinggalnya di Wina, Austria, secara teratur juga memposting petisi berisi imbauan untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dan kekerasan di Gaza. Pada salah satu postingannya di Facebook, terselip ungkapan bahwa ia terakhir kali berbicara dengan putranya sekitar seminggu sebelum kematiannya.
Namun, postingan-postingan Marcus itu bertolak belakang dengan apa yang dilakukannya terhadap Mayang. Ia memasak beberapa potongan tubuh Mayang dalam cairan kimia mendidih -yang bentuknya seperti sup.
Ibunda Marcus, Dorothy Volke, mengaku sempat berbicara dengan anaknya sepekan sebelum peristiwa tragis itu terjadi. Dorothy mengungkapkan, tak ada petunjuk atau pesan terakhir dari anaknya.
"Dia sudah mengungkapkan memiliki pacar dari Indonesia, tapi aku dan suamiku belum bertemu dengannya," ujar Dorothy seperti dimuat Brisbane Times. "Saya tidak yakin apa yang dia lakukan, terakhir kita tahu dia bekerja di kapal.”
Dorothy mengatakan tak mengetahui apa yang terjadi antara putranya dan Mayang. Tapi dia menyebut Marcus adalah sosok pria normal. "Dia sangat periang. Dan dia akan pulang saat Natal. Semuanya terlihat normal," ucap Dorothy.
Di mata para sahabatnya, Marcus disebut sosok pria yang sangat dingin. Dia pendiam, tidak banyak bicara.
"Dia pria yang baik. Kadang naik-turun, dia bisa kehilangan kontrol seperti yang lainnya," kata seorang mantan teman sekolah Volke, seperti dikutip dari laman News.com.au. "Dia sedikit berbeda. Dia sedikit memiliki sisi gelap."
Menurut sumber News.com.au, selain menjadi koki, Marcus sebelumnya diketahui bekerja sebagai gigolo. Pria itu sebelumnya bekerja di rumah bordir di Copenhagen, Denmark. Sewaktu di Denmark, Marcus kerap mengiklankan dirinya sebagai 'pria panggilan'. Dia mengatakan, siap melayani siapa pun yang membutuhkannya.
"Pria seksi Australia, sangat supel, ramah, dan profesional. Saya sangat terbuka dengan semua orang, apalagi jika kamu juga 'oke', kita bisa 'main" tulis Marcus dalam iklannya, yang juga dimuat Courier Mail.
Marcus yang oleh teman-temannya dikenal gemar berolahraga, kemudian kembali ke negara asalnya, Australia. Ia dikabarkan kembali melanjutkan pekerjaannya di bidang prostitusi dengan nama samaran "Health XL". Tapi belakangan, ia dikabarkan bekerja sebagai koki.
Konsulat Jenderal RI di Sydney menyatakan telah mengetahui kasus Mayang. Namun KJRI belum bisa memulangkan jenazahnya karena kasusnya masih diselidiki polisi Australia.
Mayang diduga tidak melapor ke konsulat RI saat tiba di Australia. Sebab namanya, baik Mayang Prasetyo ataupun Febri Andriansyah, tak terdapat dalam database KJRI. Kendati demikian, Kementerian Luar Negeri RI telah mengirim stafnya ke Bandar Lampung untuk menemui ibu Mayang.
Menurut pihak keluarga, transgender berusia 27 tahun itu akan dimakamkan di Lampung yang merupakan kampung halamannya.
Kematian tragis Mayang tak hanya menjadi perhatian publik di Indonesia dan Australia, tapi juga publik dunia. Kasus kematian Mayang juga menjadi perhatian kelompok peduli transgender Australia, Trans Health Australia.
Mereka tergugah dengan kasus Mayang gara-gara banyak media, khususnya media luar negeri, menyebut Mayang sebagai 'she-male' atau 'ladyboy'. Trans Health Australia mengecam sebutan itu karena dinilai merendahkan martabatnya dan kelompoknya.
Karena itu mereka menuntut permintaan maaf dari media-media yang menyebut Mayang Prasetyo sebagai 'ladyboy' atau 'she-male'. (Ans)