Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu) menegaskan negara tak akan menanggung kelebihan dari harga rumah mantan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) yang melampaui plafon maksimum anggaran pengadaan rumah.
Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 189/PMK.06/2014 tentang Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman Bagi Mantan Presiden dan Mantan Wapres RI.
Dalam Pasal 5 PMK tersebut menyatakan, bangunan untuk rumah kediaman mantan Presiden dan Wapres memiliki keluasan seluruh lantai bangunan seluas-luasnya 1.500 meter persegi.
Perhitungan total nilai anggaran, untuk tanah (nilai pasar tanah terendah per meter persegi dikalikan 1.500 meter persegi). Dan total nilai bangunan (biaya pembangunan rumah kualitas baik per meter persegi kali 1.500 meter persegi. Sedangkan total dasar penganggaran ditentukan dari total nilai anggaran tanah ditambah total nilai anggaran bangunan.
"Kalau melebihi platfon 1.500 meter persegi kali benchmark, harus dibayar yang bersangkutan (SBY dan Boediono). Atau mencari lokasi lain," jelas Hadiyanto saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Pernyataan tersebut tertulis di Pasal 9, di mana jika melebihi pagu indikatif, maka kelebihan tersebut tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam arti ditanggung sendiri oleh pensiunan Presiden dan Wapres. Atau jalan lain apabila tidak ingin menanggung kelebihan itu, Menteri Sekretaris Negara dapat mencari lokasi (rumah) lain.
Sementara Wakil Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan, SBY belum mengajukan spesifikasi rumah kepada Kementerian Keuangan. Sedangkan proses perhitungan anggaran rumah bagi mantan Presiden dan Wapres sedang dalam tahap perampungan.
"Masih dibahas, diselesaikan finalisasi teknisnya. Kita masih tunggu perhitungannya. Dan (SBY) belum ajukan (spesifikasi rumah). Ini kan lagi kita siapkan," pungkas dia. (Fik/Nrm)