Indonesia Berpotensi Krisis, Tapi Tak Separah 1998

Krisis yang terjadi pada 1998 tidak hanya dipengaruhi faktor ekonomi tetapi juga didominasi oleh faktor politik.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Okt 2014, 13:10 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi dunia (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Bambang Sudibyo mengungkapkan, Indonesia berpotensi mengalami . Namun dampak dari krisis tersebut tidak akan sebesar krisis yang terjadi pada 1998.

Menurut Bambang, krisis 1998 tidak hanya dipengaruhi faktor ekonomi tetapi juga didominasi oleh faktor politik. Oleh karena itu, jika nantinya Indonesia kembali mengalami krisis, sampaknya tidak akan separah yang terjadi pada tahun 1998.

"Di 98 itu sangat berbeda dengan tahun ini. Krisis 98 itu tidak sema-mata kondisi menoter dan ekonomi, tetapi backgroud politik sangat mendominasi sekali," katanya dalam Indonesia Kenowledge Forum III 2014, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Jumat (10/10/2014).

Bambang menambahkan, saat 1998, pasar menyadari usia presiden kala itu, Soeharto, sudah tak mumpuni lagi untuk memimpin. Padahal ia menjadi penjaga keluar masuknya investor kala itu.

"Pada waktu itu Pak Harto menua, dan pasar tahu betul pak Harto tidak lama lagi jadi presiden RI, padahal pak Harto waktu itu jadi centeng bisnis di Indonesia," ungkapnya.

Dengan kondisi demikian, para investor asing ramai-ramai mencabut investasinya dan pindah keluar negeri. Hal tersebut diperparah dengan aksi serupa yang dilakukan oleh keluarga Soeharto.

"Ketika centeng sudah tua pelaku bisnis ketakutan ramai-ramai uangnya dipindahkan keluar negeri, apalagi yang mulai memindahkan uang keluar negeri keluarganya sendiri," tuturnya.

Hal ini membuat perkonomian Indonesia saat itu lumpuh. Namun saat ini diperkirakan tidak terulang kembali meski Indonesia masih berpotensi krisis ekonomi.

"Ramai-ramai colaps adalah ekonomi Indonesia ambruklah ekonomi. Indonesia kondisi sekarang tidak separah itu, jadi potensi memang ada tapi tidak sebesar 98," pungkasnya. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya