Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengakui melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memukul kinerja perusahaan. Ditambah tarif batas atas pesawat yang membuat perseroan mati langkah untuk mengatasi permasalahan itu.
"Dan yang susahnya itu kami juga tidak bisa menaikkan harga tiket karena ada plafon," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Sattar, di Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Selain itu, separuh pendapatan Garuda Indonesia juga diperoleh dengan mata uang dolar. Namun hal itu tak bisa meraih keuntungan karena sebanyak 70 persen pengeluaran juga memakai dolar AS.
Advertisement
"Hampir setengah pendapatan dalam dolar. Tapi biaya kami hampir 70 persen dalam dolar AS. Kalau rupiah melemah, itu semua akan sangat berpengaruh pada kinerja airlines karena pendapatan kita itu tidak akan cukup untuk menutupi kebutuhan terhadap dolar," lanjut dia.
Dia menuturkan, dari pengeluaran avtur mendominasi pengeluaran maskapai dengan porsi mencapai 40 persen. "Itu sudah komponen-komponen terbesar. Biaya avtur aja itu hampir lebih dari 40 persen dari biaya operasional," tukas dia.
Saat ditanya soal besaran kerugian, Emirsyah mengaku enggan menjawab. (Amd/Ahm)