Liputan6.com, Denpasar - Tangannya gesit menyatukan daun kelapa muda. Wadah segi empat itu kemudian diisi berbagai macam kembang. Namanya canang. Canang digunakan oleh umat Hindu Bali untuk sarana persembahyangan. Tiap hari Nyoman Resi selalu membuat canang. Ia kemudian menjual canang tersebut. Kala warga tengah asyik terlelap, Resi sudah menjajakan dagangannya.
Resi adalah nenek dari Putu Purnama Putra, anak dari Kadek Alit Margarini, korban Bom Bali I. Kadek Alit Margarini kala tragedi kejam itu terjadi bekerja sebagai cleaning service di Paddy's Club. Kala bom meledak 12 Oktober 2002, Kadek Alit Margarini masih berusia 20 tahun.
Ia mendapat shift kerja malam. Dentuman keras bom seberat hampir 1 ton itu merenggut nyawa Kadek Alit Margarini. Kala itu Putu Purnama Putra baru berusia 3 tahun. 3 bulan sebelum nyawanya dirampas Amrozy cs, ayahnya Wayan Sudarsana, meninggal karena sakit.
Putu Purnama Putra menjadi yatim piatu gara-gara bom pada Sabtu tengah malam 12 Oktober 2002 itu. Sejak itu Putu Purnama Putra diasuh oleh neneknya, Nyoman Resi. Mereka menempati rumah tua yang warna temboknya putih tapi kusam.
"Saya sudah ikhlas. Saya tidak dendam dan sudah memaafkan," katanya Resi saat ditemui Liputan6.com di kediamannya di Denpasar, Bali, Sabtu (11/10/2014).
Kini, 12 tahun berlalu, Putu Purnama Putra sudah menduduki bangku sekolah kelas 1 SMEA Saraswati Denpasar jurusan akuntansi. Sehari-hari Putu Purnama Putra hanya bergantung hidup dari jualan canang neneknya.
Resi mengaku pendapatannya berjualan canang hanya berkisar Rp 20 ribu-Rp 50 ribu. Tak menentu memang. Tapi ia mengaku tegar menjalani semuanya. "Untuk jajan sekolah Putu Rp 20 ribu seharinya," kata Resi.
Sementara untuk biaya sekolah, Resi tak perlu bingung. Sudah ada Yayasan Kid's yang menjamin kebutuhan Putu Purnama Putra hingga perguruan tinggi. "Segala kebutuhannya langsung dibayarkan mereka," papar dia.
Uluran tangan, Resi melanjutkan, justru datang dari pihak swasta. Sementara pemerintah minim sekali perhatian. "Di awal peristiwa itu pemerintah sempat memberikan sembako, sudah lama sekali tidak pernah lagi," jelas Resi.
Putu Purnama Putra kini tumbuh menjadi remaja yang gagah. Badannya tinggi besar. Wajahnya tampan. Kulitnya putih. Ia remaja periang. Temannya tak terhitung. Putu Purnama Putra sepertinya nampak ikhlas dengan jalan hidupnya. Kendati begitu, ia tak pernah menanyakan mengapa ibunya menghadap Sang Kuasa.
"Dia tidak pernah tanya peristiwa itu. Dia tidak pernah dendam sama teroris," kata Resi. Kelak jika besar nanti, pria yang gemar makan ayam goreng itu bercita-cita menjadi dokter. "Saya ingin jadi dokter," kata dia singkat.
Pada 12 Oktober 2002, Indonesia terhentak atas rangkaian pengeboman di Pulau Dewata (). 3 Kali ledakan yakni di Paddy's Pub dan Sari Club di Jalan Legian, Kuta, Bali itu sempat mengubah pandangan dunia internasional terhadap Indonesia. Tragedi kemanusiaan akibat serangan teroris ini merenggut nyawa 202 orang -- termasuk 88 warga Australia -- dan 209 orang mengalami luka-luka.
Advertisement