Pengembang Properti Dihadapkan Dua Aturan yang Tumpang Tindih

DKI Jakarta mengaku keberatan untuk menjalankan aturan kewajiban pembangunan rumah susun.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 13 Okt 2014, 14:06 WIB
Warga Rumah susun di Marunda kesulitan bepergian karena minimnya akses angkutan umum. (Liputan6.com/Tya Fitriyaah)

Liputan6.com, Jakarta - Pengembang properti yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta mengaku keberatan untuk menjalankan aturan kewajiban pembangunan rumah susun. Pasalnya, terdapat dua aturan yang mengatur hal yang sama.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) REI DKI Jakarta, Amran Nukman menjelaskan, beleid pertama yang mengatur soal kewajiban membangun rumah susun adalah Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 540 Tahun 1990.

Dalam pasal 6,  aturan yang bertajuk Prinsip Pembebasan Lahan atas Budang Tanah untuk Pembangunan Fisik Kota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, tersebut menjelaskan, untuk memperoleh surat persetujuan prinsip pembebasan lahan harus membiayai dan membangun rumah susun murah serta fasilitasnya. 

"Poinnya setiap pengembang yang akan membangun di atas lahan sebesar 5.000 meter maka 20 persen dari lahan tersebut harus dibangun rumah susun murah," kata dia di Jakarta, Senin (13/10/2014).

Sebenarnya, REI DKI Jakarta tak keberatan jika harus mengikuti ketentuan tersebut. Namun, ada peraturan serupa yakni Undang-Undang Nomor 20 tahun 2011 mengenai Rumah Susun yang isinya tak jauh beda dengan SK Gubernur tersebut.

Dia menjelaskan dua ketentuan tersebut membuat kebingungan para pengembang. Pasalnya pengembang akan mendapat beban dua kali jika salah satunya tidak dicabut.

Pihaknya meminta, agar pemerintah segera mencabut salah satu ketentuan tersebut. Itu dilakukan untuk mendorong sektor bisnis properti nasional. "Selama SK belum dicabut, dua-duanya kena," tandas dia. (Amd/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya