Liputan6.com, Jakarta Kegigihan, keyakinan, kesabaran serta didukung doa yang tak kunjung henti membuat pasangan ini akhirnya memiliki buah hati pada usia pernikahan tahun kelima. Bagaimana ceritanya? Simak kisah pasangan ini berikut.
Saat akan menikahi Muslima (32) pada 2008, Wahyu Dewanto (32) diminta teman-teman untuk kembali berpikir apakah yakin untuk menikahi wanita yang dicintainya itu. Tak hanya teman-teman, Muslima sendiri menanyakan langsung apakah Wahyu mantap hati menjalani bahtera rumah tangga dengan perempuan yang memiliki satu indung telur.
Advertisement
Sebelum menikah, Wahyu memang sudah tahu, bahwa calon istrinya saat itu memiliki satu. Adanya kista, membuat salah satu indung telur Muslima diangkat. Bahkan Wahyu menemani saat dulu sang calon istri melakukan tindakan operasi ini.
Sehingga pada saat hendak menikahi ia sudah tahu, risiko kehamilan pada istrinya mungkin lebih rendah dibandingkan perempuan pada umumnya dengan dua indung telur. "Saya sudah renungkan beberapa kali dan saya sadar akan risiko tersebut saat menikahinya," ujar Wahyu kepada Health-Liputan6.com ditulis Senin (13/10/2014).
Saat itu, ia berpikir bahwa jika memang benar nanti di masa depan tak memiliki keturunan sudah siap dan tak jadi masalah. Sehingga dengan mantap hati Wahyu menikahi Muslima pada Maret 2008.
Tebal telinga omongan orang
Tebal telinga akan omongan orang
Sadar akan risiko lebih tinggi tak terjadinya kehamilan pasangan ini tak menunda memiliki momongan. Namun di tahun pertama karunia itu belum diberikan kepada pasangan dengan masa pacaran sebentar ini untuk memiliki buah hati.
Dua tahun berlalu dan belum ada tanda-tanda kehamilan. Meski begitu, pasangan ini tetap yakin dan berharap.
Tak dipungkiri, sebagai masyarakat yang tinggal di Indonesia ada omongan dari kiri kanan 'kapan nih ada momongan. Bagi Wahyu ini tak diambil pusing olehnya. "Telinga kami harus tebal, karena kami tidak bisa mengatur pikiran serta ucapan orang lain," terang pria yang baru saja menyelesaikan pendidikan profesi psikologi ini.
Menurut Wahyu, istrinya memang sedikit agak terganggu dengan omongan tersebut.
Salah satu omongan orang yang diingat Wahyu saat ada yang mengatakan bahwa ada dosa turunan. "Saya dan istri pernah besar di pesantren sehingga tak percaya akan hal itu. Yang terpenting bagi kami adalah berbuat baik dan tidak memiliki masalah dengan orang lain," terang pria yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kementerian Sosial ini.
Advertisement
Sabar dan yakin
Sabar dan yakin
Di usia pernikahan yang menginjak tiga tahun dan mereka masih belum punya anak membuat pasangan beda profesi ini mau tak mau harus menjalani program kehamilan. Mereka yakin pasti akan diberi anak.
"Saya yakin akan memiliki anak, sehingga sampai lima tahun mencoba untuk tidak ngapa-ngapain dulu. Saya tak ingin tergesa-gesa," ungkap pria yang menyelesaikan S1 di Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Maka cara-cara alami saja yang dilakukan. Salah satunya dengan mengatur kapan saat berhubungan intim untuk meningkatkan potensi keberhasilan kehamilan. "Istri saya yang paham akan hal itu. Dan kami lakukan itu. Ya sebagai bentuk usaha," ujar Wahyu.
Dulu, rencananya jika pada tahun keenam pernikahan belum memiliki anak, baru akan menjalani program kehamilan untuk mengetahui ada tidaknya potensi ketidaksuburan pada di antara mereka.
Pikiran positif selalu ada di benak pasangan ini. Menurut mereka semuannya dikembalikan ke Tuhan, kala itu jika memang belum diberikan anak bisa jadi Tuhan belum berkenan.
Kekuatan doa berbicara
Kekuatan doa berbicara
Entah ada kaitannya atau tidak tapi usai kejadian kecelakaan yang membuatnya menabrak seorang nenek saat dalam perjalanan mengendarai motor dari Yogyakarta ke Magelang membuat banyak doa datang dari anggota keluarga lain.
"Saat itu, saya diminta oleh keluarga nenek sepuh itu untuk mengganti rugi, semua saya lakukan dengan ikhlas," ujar Wahyu.
Kejadian ini, tersebar di anggota keluarga yang kemudian menjenguk Wahyu. Banyak keluarga datang dan menyatakan bahwa bisa jadi memiliki anak sudah dekat, bahkan ibu Wahyu mengatakan sebentar lagi memiliki anak. Berkali-kali hal itu dikatakan.
"Saya juga tidak tahu mengapa mereka mengucapkan hal tersebut. Tapi doa-doa orangtua dan keluarga agar kami memiliki pasangan saya aminkan," terang Wahyu.
Kekuatan doa menurut Wahyu terbukti. Pada Mei 2013 ia diberitahu bahwa istrinya hamil saat ia sedang pergi dinas luar kota. "Istri saya sangat excited saat itu. Saya juga," ungkapnya.
Meski sudah lama menantikan kehadiran buah hati, pasangan ini tak protektif. "Yang penting mengikuti saran dokter, membaca referensi dari buku dan internet," ungkap Wahyu tenang.
Advertisement
Kelahiran di usia kehamilan hampir 10 bulan
Kelahiran di usia kehamilan hampir 10 bulan
Muslima dan Wahyu tak memusingkan apa jenis kelamin calon buah hati mereka. Yang penting sehat. "Namun orangtua kami menginginkan anak perempuan, mungkin gara-gara orangtua saya punya anak laki-laki semua dan orangtua istri dari Padang," ujar relawan di Aceh ini.
Akhirnya benar, lagi-lagi doa dan harapan terwujud. Pada Januari 2014 lahirlah puteri cantik bernama Hamidira lewat operasi caesar di RS Asrama Haji Pondok Gede, Jawa Timur.
"Saat itu kelahiran sudah hampir pada bulan ke-10, kira-kira 9 bulan tiga minggu. Karena ketuban keruh, dokter menyatakan untuk dilahirkan," terang pria berkacamata ini.
Pasangan ini pun kompak untuk mendidik Hamidira lewat contoh baik dari orangtua. Serta mengasuhnya menjadi perempuan yang pintar dan membagikan kepintarannya.
Ia pun berharap bagi pasangan lain yang menantikan buah hati dalam waktu relatif lama agar selalu yakin akan memiliki buah hati, serta tak perlu ngoyo. "Kondisi tertekan malah membuat sulit memiliki anak," ujarnya.