Penduduk Bumi Bakal Kekurangan Pangan pada 2050

Persediaan pangan diprediksi tak akan mampu mencukupi kebutuhan seluruh penduduk dunia pada 2050 jika produktivitas pangan tidak meningkat.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 16 Okt 2014, 11:07 WIB
Kelaparan di Sudan (30/5/2014) (AFP Photo/CHARLES LOMODONG)

Liputan6.com, New York - Persediaan pangan yang ada diperkirakan tak akan mampu mencukupi kebutuhan seluruh penduduk dunia pada 2050 jika produktivitas pangan tidak mengalami peningkatan.

Laporan dari Global Harvest Initiative (GHI) menyebutkan, dengan populasi penduduk bumi yang diperkirakan mencapai sembilan miliar jiwa pada 2050, kebutuhan pangan, sandang dan papan serta bahan bakar minyak akan melampaui kemampuan produksi saat ini.

Mengutip laman CNBC, Kamis (16/10/2014), kekurangan pangan tersebut hanya dapat diatasi jika seluruh pemerintah di berbagai negara meningkatkan laju produktivitas pangannya masing-masing.

"Ini waktunya bertindak. Seluruh negara harus memprioritaskan agrikultur dan pertumbuhan pangan dengan sejumlah metode berkelanjutan," ungkap Direktur Executive GHI, Margaret Zeigler.

Anggota World Wildlife Fund ini juga menegaskan, pentingnya pergerakan peningkatan pangan secara serentak di berbagai negara. Jika tidak begitu, persoalan mengenai pangan bahkan dapat muncul lebih cepat yaitu pada 2030.

Zeigler menjelaskan, GHI telah menyelesaikan berbagai laporan dalam produktivitas pangan dalam lima tahun terakhir. Tapi ini merupakan kali pertama, para analis menemukan masalah besar yang memprihatinkan di bidang pangan.

Dia mengatakan, para petani miskin dari negara-negara kecil yang akan paling menderita karena biaya pangan yang terus meningkat. Selain itu, pasokan yang sedikit juga diprediksi tidak akan mampu mencukupi kebutuhan para warga di negara miskin.

Selain itu, kekurangan pangan akan mendorong penduduk dunia untuk merusak lingkungan dengan berkurangnya persediaan air karena populasi penduduk yang meningkat secara berlebihan.

"Kita juga akan melihat tingkat emisi yang lebih besar dan berpotensi merusak sumber daya pangan," tandasnya. (Sis/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya